Rabu, 01 Januari 2014

Katanya, Beginilah "New Year Eve"

Dini hari 03.23

Masih ada bunyi dug-dug di luar sana, sepertinya tak jauh dari sini masih ada yang tengah melakukan ritual ajeb-ajeb. aku tak mengerti betul ritual itu, tapi anggap saja mereka tengah menggoyangkan seluruh badannya, melompat, dan bahkan lupa daratan, ada yang bertemankan alkohol di tangan kanannya, lalu asik menggeleng-gelengkan kepalanya. Seperti yang kulihat di anjungan pantai losari sekitar sejam yang lalu. Di kompleks kos-kosan seperti ini, entah sumber suara DJ seperti itu muncul dari pojok mana, yang kutahu suaranya masih sangat jelas. Ah, mereka lupa waktu dan tempat.

Aku sendiri tak mengerti mengapa akhirnya bisa kembali ke kamar kosan di pagi-pagi buta seperti ini. Ah mana ada perempuan berjilbab dan ber-rok sepertiku masih berada di luar sana sampai larut? Siapa yang mengira niatku untuk mengumpulkan tugas ke rumah dosenku akan berakhir di Losari? 

Selepas magrib, ku sms salah seorang temanku untuk mengantarkanku ke rumah dosenku sekedar mengumpulkan tugas yang tertinggal. Sebenarnya aku meniatkan untuk menitipkannya saja. Namun ia memintaku untuk ikut saja ke rumah bapak, katanya sedang ada acara makan-makan di sana. Bapak lagi open house untuk teman-teman yang sedang tidak pulang kampung. Entah dalam rangka tahun baru kah atau momennya saja yang kebetulan. 


Kuputuskan saja untuk ikut dengan mereka. Suasana kekeluargaan kudapati di sini. Jika orang-orang di luar sana sibuk mengantri jalan karena macet, di sini aku sedang asik berbincang seputar tugas dengan bapak. Kurasa bukan berbincang, tepatnya bapak sedang asik memberikan cibiran atas keterlambatan tugasku. Bapak memang ahli dalam bergurau, dan habis lah malam ini dengan cibiran-cibiran yang lain. Termasuk tentang judul proposal yang sedang dipegangnya. Tidak salah lagi, itu tugasku dengan sampul ungunya. Demikian teliti ia membaca judulnya. lalu kemudian perbincangan yang agak panjang mengenai judulku terjadi. Kupikir ini keren, saat yang lain berlomba merayakan tahun barunya di luar sana, kami malah menghabiskan waktu bersama dosen membicarakan judul penelitian sembari menikmati gorengan, sarabba, jus mangga, dan juga asinan buatan ibunya akram. 

Pukul sebelas sepertinya cukup larut untuk tetap berada di rumah bapak. bergegaslah kami untuk pulang. Tetiba muncul wacana "ke Losari untuk sekedar menikmati keindahan langit berhias kembang api". Awalnya kami para perempuan yang mengaku "anggun" tak punya rencana untuk ikut. Namun letuan-letusan kembang api dan petasan yang seperti tak ada jeda, membuat kami merasa penting untuk tidak melewatkannya. Untunglah salah seorang teman membawa mobil. Lalu terseretlah kami semua berjumlah 8 orang menuju anjungan pantai losari yang sebentar lagi pukul duabelas. 

Sepertinya ini untuk pertama kalinya aku menghabiskan waktu di luar di malam yang katanya malam pergantian tahun. Tahun-tahun sebelumnya, aku memilih untuk kembali ke kampung, sekedar berkumpul bersama keluarga. Meski sebenarnya tak ada perayaan khusus untuk tahun baru, sesekali untuk meramaikan, diadakanlah acara bakar ikan. Empat bocah kecil yang setia menemaniku saat pulang kampung akan kurayu untuk membeli petasan dan kembang api. Karena mereka masih berkisar 5-10 tahun, maka kupilih kembang api seharga lima ratus perak sebanyak beberapa bungkus untuk membuat mereka tersenyum sekaligus ketakutan akan nyalanya. 

Di kampungku, kau hanya lebih sering mendengar celotehan warga saat anak muda meledakkan petasan sebagai simbol perayaan. bahkan tidak sedikit yang mendapat sumpah serapah dari warga. Tak terkecuali ibu dan tante-tanteku jika tiba-tiba suara ledakan memecah langit, meski pelakunya kadang kakak dan sepupu-sepupuku sendiri. Sangat jauh berbeda dengan suasana di sini. ledakan petasan di mana-mana, bahkan warna apalagi yang tidak kau lihat di langit. semuanya lengkap. Elok di pandang tapi suara ledakannya sangat mengganggu. 

Tepat di atas sebuah rumah sakit ledakan petasan berbunyi berturut-turut. Bagaimana pasien jantung di rumah sakit itu? mungkinkah para dokter sengaja memakaikan mereka headphone untuk sekedar mengurangi kebisingan ledakan-ledakan di luar sana? atau mereka menggunakan obat bius? atau bahkan mereka... nauzubillah.

Ah sudahlah, aku tak ingin larut dalam skenarioku sendiri. Aku hanya ingin menikmati keindahan langit. 
Sudah pergantian tahun rupanya, padahal masih setengah perjalanan. Maka bertubi-tubi suara ledakan kembang api, dari arah kanan, kiri, depan, belakang. Elok memang, sayang di depan sana, di tengah kemacetan terjadi kerusuhan. Sungguh aku ingin mengutuk mereka. Bodoh betul, mengapa kerusuhan tak pernah kenal waktu. Mengapa begitu cepat api mereka terbakar. Padahal rinai masih pada musimnya.

Di depan sana, orang-orang mulai memutar balik kendaraannya, memastikan mereka tidak akan terkena batu atau senjata apapun jika memutuskan untuk pulang. Trotoar jalan sepertinya bukan lagi pada fungsi. Karena sulit untuk memutar arah, trotoar-trotoar jalan digilas rata. Motor yang tak bisa menyeberang ke arah sebelah kanan untuk memutar arah, akhirnya mereka berlomba mengangkat motornya ke atas trotoar dan berhasil memutas arah. Ketakutan tergambar di wajah mereka. 
Apakah mungkin setiap malam pergantian tahun memang seperti ini? Bagaimana dengan tahun baru Hijriah? Adakah yang bangga merayakannya? Sepertinya memang tak perlu dirayakan dengan cara seperti ini. Kembang api dan kemacetan adalah dua hal yang tak bisa diceraikan,mungkin juga dengan kerusuhan. Sedikit gurauan bersama salah seorang temanku, "tahun baru Hijriah itu sebaiknya di rumah saja, menghabiskan waktu membaca al-quran". Itu adalah sebaik-baik perayaan. Yah, semoga pada waktunya, kita akan tersadar.

Di depan sana masih macet, tak kuasa aku menahan kantuk. Lalu aku terlelap untuk waktu yang sangat singkat hingga akhirnya tiba di tempat yang kami tuju. Di depan sebuah cafe, temanku memarkir mobilnya, lalu kami berjalan menuju anjungan pantai losari. Terang saja, ini setengah 2, orang-orang sudah berjalan pulang. Lalu aku masih bertanya, untuk apa kami masih disini, sementara tak ada lagi ledakan kembang api. Aku merasa aneh dengan tempat seperti ini. Anjungan tersihir menjadi sebuah "club malam" sepertinya. inilah yang kusebut ritual ajeb-ajeb. Oh beginilah perayaan malam tahun baru mereka ternyata. 

Lalu disana, kami hanya duduk terdiam di samping rombongan polisi. Lalu tiba-tiba tertawa, tak tau apa yang akan dilakukan di tempat ini. Lalu memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitaran anjungan, beruntungnya kembang api tiba-tiba menghias langit kembali. Sayang, tak ada gambar yang terabadikan. Kupandangi Rumah Sakit Stella Maris yang tak jauh dari anjungan, "Apa kabar pasien jantungnya yah?"

4 komentar:

  1. Wah, keren kk :-)
    Sya malah hampir ka gila, krn skit gigi ka :-(

    BalasHapus
  2. sakit gigi itu warna yang lain di awal tahun dek.. :)

    BalasHapus
  3. Z suka cara Izm menutup tulisannya. :)

    BalasHapus
  4. :* suit, suit. maka berbahagialah saya kak aida :D

    BalasHapus