Rabu, 29 Januari 2014

Musim Basah yang Keempat

Seringnya aku ingin menggugat. Tapi bodohnya entah pada siapa. 

Mengapa kau tidak angin bawa saja bersama musim basah yang keempat ini. Lebur bersama air mata yang sudah banyak ruah sebab kau. Sampai pada masa aku menyimpulkan kau telah aku lupa. Setiap kali sebelum akhirnya aku kerap menyimpulkan, masih saja aku paut akan kau. Lucu memang, tapi begini lah akhirnya. Aku yang bodoh. Atau memang sebab kita sudah bertanda tangan di atas materai persepakatan alam?

Sampai pada saat aku merasa tersalah, dan merasa teramat jahat pada seseorang yang kupastikan ia tulus bercurah cerita padaku. Bertanya kabar. Menyuruh makan saat aku lupa. Dan lalu kuminta pula ia menjauh, seperti yang aku pun pernah lakukan akan kau, meski dengan cara yang berbeda. Kupikir agar aku adil. 

Lalu di musim basah tahun ini, kau datang lagi, pula ia. Ingin rasanya aku lari ke tempat yang entah dimana kakiku akan terhenti sebab merasai lelah. Sampai aku tak lagi merasa salah akan sesiapa, pula pada diriku sendiri.

Kau tahu, aku bahkan yakin kau tak mungkin membaca setiap cerita yang aku tuliskan, sekalipun itu tentangmu sendiri, tapi bodohnya, jemariku ringan saja menulis tentangmu. Kubujuk diriku, kubuat yakin bahwa kau memang tak lagi peduli. Lalu aku pun coba untuk juga tak peduli. Sudah kubilang ini musim yang keempat, dan diam belum menjawab teka tekimu. 

Di saat yang sama, selalu saja ia memantau dari kejauhan, setia bersimpuh di depan layar sekadar untuk tahu cerita apa telah kubuat hari ini, sebab aku tak berkabar langsung padanya. Aku takut tak bisa berlaku adil. Kuputuskan untuk melarangnya membaca cerita-ceritaku (meski kutau pastilah ia akan berkeras kepala untuk tetap membacanya). Ia tak perlu tahu kabarku. Dengan begitu, aku akan tahu di musim ke berapa dia akan hilang, atau malah utuh menggantikanmu. 

Mari kita saling mendiamkan, sampai pada suatu saat "diamlah" yang memilih. Tak juga kau, dia, tapi mungkin orang lain. 

Lalu di masa yang sama - saat mungkin saja kau tak sengaja membaca ini, Dia malah sengaja membacanya sekadar untuk tahu kabarku. Namun kuminta satu hal,  
"jangan pernah menanyakan perihal tulisan ini padaku. Bahkan hanya akan kujawab dengan diam."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar