Kamis, 02 Januari 2014

Januari Disisakan Desember

Lagi. Kusayangkan tak menuliskan banyak cerita di tahun kemarin.
Pula ingatanku yang kalian tidak ragukan lagi pelupanya, barang tentu tak bisa mengingat semuanya. Mungkin akan kuceritakan, namun hanya kulitnya saja. 

Akan kuingat yang bisa kuingat saja. Kumpulan kenangan pada satu cerita. 
Inilah sebab mengapa aku suka dengan tahun kemarin. Memang aku luput untuk menuliskannya disini, tapi tidak di buku catatan kecilku yang meskipun tak semuanya juga sempat kuceritakan.

"Saat hujan, ada nyanyian yang hanya bisa dirasakan oleh orang yang merindu"
(dipopulerkan oleh Batara Al-Isra yg entah perkataan siapa)

Seperti saat menuliskan ini, hujan di luar sedang berlomba mengguyur daun dan pepohonan. Dengan rakus, iya ruah pada tuannya. Hujan memang sedang ingin berkisah dan bersaksi. Aku yakin, sedang banyak disaksikannya jiwa tengah merindu. Seperti aku merindukan tahunku. tahun dengan kumpulan ceritanya. Bahkan sedikit aku hampir tak ingin Desember berlalu. Terlalu banyak yang ingin kuselesaikan di Desember. Terlalu banyak. Dan Januari disisakannya.

Januari-Februari 2013
Aku ingat di Januari lalu, Desember sebelumnya pun menyisakan kisah. Akan selalu begitu sepertinya.
Tapi tak pernah kuambil pusing bagaimana Januari menamainya. Yang kutau, Aku akan berkisah seperti grup band Raja mengisahkan bulan dalam setahun. Namun bukan tentang sesiapa, hanya aku dan bulanku. Januari, aku membukanya bersama keluarga di kampung, sekaligus pamit meninggalkan Sulawesi menuju kota yang ingin sekali kukunjungi, hanya karna menamai diri sebagai ibu kota negara.

Lalu di sana, selama sebulan lebih setengah, aku menghabiskan hari. Juga dengan musim yang basah. Bahkan menggenangi ibukota. Sangat. Entah dosa apa yang dilakukannya. Mungkin saja itu teguran bagi para pendosa, atau entah musabab apa.

Kami riuh pada waktunya. khusyuk pada yang seharusnya. Di tiap pagi, kami beranjak dari nyamannya kasur dan tarian mimpi. Berpakaian rapi menuju tempat yang orang menyebutnya DPR RI. Di sana kutemui orang-orang yang selama ini hanya bisa kulihat melalui kotak ajaib yang orang menyebutnya televisi. Oh, begini ternyata. Setelahnya, sunyi.

Menjalani sesuatu di luar ekpektasi pribadi tak semudah yang seharusnya. Belum lagi, keluhan beberapa orang yang sudah sangat rindu dengan Sulawesi sebenarnya menular. Tapi tidak, aku lebih senang menjalani sesuatu dengan cara menikmatinya. itu sebabnya aku ingin selalu berkeliling di sana. Bukan di mall seperti yang diinginkan beberapa orang. untunglah ada teman se-rasa denganku. Aku menikmati, meski dengan cara yang berbeda.

Pernah juga aku dilanda sedih, karena handphoneku hilang di sebuah taksi. Waktu itu sama dengan rinai di musim ini. Ah, aku memang ceroboh dalam banyak hal. Aku bukan malaikat.

Meski begitu, banyak sekali yang kurindukan di masa Rinai di Ibu kota. saat aku diperintahkan mengetik beberapa berita, mengerjakan proposal di biro penerbitan, mentranskrip hasil wawancara beberapa narasumber, merekap berita yang akan diterbitkan dalam bentuk majalah. Atau sekedar duduk berdiam diri di dalam balkon tempat wartawan menyimak isi sidang komisi dan paripurna, lalu meramunya dalam bentuk tulisan. Tidak, pada saat itu aku tak menuliskan hasil beritanya, aku hanya duduk terdiam di sana, memandangi gerak gerik anggota DPR yang katanya menyuarakan rakyatnya, ah lebih tepat aku menyebutnya berbasa basi atas nama rakyat. Kadang aku tak peduli pembicaraan mereka, pendingin ruangan kadang membelai-belai mataku dan akhirnya terlelap di sana. Untung saja ku tak sendiri, teman magangku yang menuliskan beritanya.

Pernah juga aku mencoba masuk ke dalam ruang sidang komisi. Empuk kursi dan dinginnya ruangan membuatku dikuasai kantuk. Wajar saja, mereka pernah tertangkap kamera sedang tertidur saat sidang berlangsung.
Setelahnya, suasana bosan tak kubiarkan merayuku. Aku harus menikmati sisa Februari di sini

Maret,
Jujur saja, aku bisa cinta sekaligus benci "kesibukan" pada waktu yang hampir bersamaan. Menyelesaikan A hingga Z dikala ia bermanfaat, maka aku akan sangat suka dengannya. juga sibuk sibuk yang lain. Berdiam diri dan membiarkan jemari bercengkrama dengan keyboard laptop pun, aku senang menamakannya sibuk.

Lalu, Ada sibuk yang sesungguhnya aku benci, Sibuk untuk berurusan dengan para birokrat kampus. Sejak awal mengenal mereka, aku benci berurusan dengannya. Entah jika aku di kampus yang lain. Mungkin sama, atau bisa jadi "tidak". Namun, bulan ini, sepertinya awal dimana aku harus berurusan kembali dengan sibuk yang kubenci ini. Kosmik baru saja melantikku menjadi "sekretaris"nya. Baiklah, aku memang menyukai ini, tapi tidak jika berurusan dengan birokrat kampus terlebih lagi fakultasku yang luar biasa ribetnya, bahkan kadang diribet-ribetkan mereka.

Pun Maret sempat menyaksikanku menjadi musuh seorang perempuan. Perempuan yang menuding aku mengganggu hubungannya dengan kekasihnya. Menuduhku ingin membunuhnya karena lakonku. Sementara aku sama sekali tak melakukan apa-apa. Tak pernah merayu sesiapa, bahkan tak pernah menebar pesona pada lelaki mana pun. Aku bahkan tak haus akan perhatian lelaki, setidaknya hingga hari ini.

Ah, perempuan. Aku tau kita sama. Perasaan kita memang terlalu rapuh. Namun kamu terlalu rapuh menggantungkan harapan pada manusia. Kau akan kecewa jika menggantungkan harapan pada mahluk yang hanya dititipkan nyawa, mengapa tak menggantungkan harap hanya pada yang di atas?
Aku tak menyalahkan kau ataupun kekasihmu, tapi manusia, kodratnya adalah hilaf. Jangan lupakan itu. Lalu iya belum menjadi muhrimmu, wajar saja ia masih punya hak untuk menyukai orang lain. Tapi tunggu, aku tak mengatakan ia menyukaiku, ataupun merayuku. Namun pada keadaan apapun, aku hanya mengingatkan, sebaik-baik tempat berharap hanya yang di atas.

Perempuan. Aku tau kita sama. Saat aku kau caci. Lalu aku meneteskan air mata, aku tidak menyalahkanmu. itu sebab kau terlampau sayang pada kekasihmu. Maaf jika laku kami salah di matamu. Aku dan kekasihmu tak lebih dari seorang teman seperjuangan. Menghabiskan beberapa waktu untuk berlatih menari. Seleksi PPAN tahap dua membawa kami pada mimpi yang semakin dekat. Aku dan beberapa orang, tidak hanya berdua dengan kekasihmu. Kami bersahabat. itu yang kutahu. dan memang hanya sebatas itu. Tidak akan pernah lebih.
Tajam sekali ia memaki. Sungguh, maafkan aku.

April,
Hari yang kita tunggu untuk mewujudkan mimpi.  Meski pada akhirnya mimpi tidak akan terjawab begitu mudah. Butuh jatuh yang kemudian bangkit. Ini kali kedua aku mengikuti seleksi PPAN. Masih dalam hati gusar karena cacian cukup memperburuk hariku belakangan. Namun semangat tak boleh gentar. Aku masih pada mimpiku. Selamat berjuang kembali di tahun depan. Selamat.

Mei, 22
Terima kasih telah melahirkan perempuan manis ini ke muka bumi, ibu. (Ah, Sesungguhnya aku asing memanggilnya ibu, sebab aku akrab memanggilnya "mammi").
Terima kasih telah mengizinkan jantungku tetap berdetak hingga tahun ini, ya Allah.
Terima kasih untuk semua hal di dunia yang mungkin luput dari rasa syukurku. Aku berjanji untuk belajar selalu bersyukur.

Juni-Juli, 
Padahal kita sudah dekat dari titik akhir. Sementara aku baru saja merasa salah dengan pilihan yg sudah terlanjur. 
Merasa salah pada pilihan, bukan berarti bukan yang terbaik. Aku yakin apa yang Allah beri selalu yang terbaik. Lagi pula aku telah mengimpikan Pulau perbatasan sejak tahun lalu. Sebatik. Iya, Sebatik. Aku tak menyesali berada di sini. Mungkin iya merasa tak puas karena tak memilih pulau perbatasan Indonesia-Filipina yang punya banyak pantai yang indah untuk menikmati senja. Tapi itu bukan alasan untuk tidak membuat cerita disini tidak berarti. Justru pada akhirnya aku masih ingin lebih lama di Sebatik. Tempat yang membuatku rindu hamparan kebun kelapa sawit, rindu langit yang luas, rindu bukit "ketawa" tempatku kadang kala menghabiskan pagi untuk sekedar mencoret-coret buku harianku di atas sana. Berdiam diri dan sendiri.

Tempat yang mengajarkanku banyak hal. Melatih kesabaran, mengelabui kebosanan, berbagi ilmu. bahkan hanya sekedar merenung mensyukuri betapa nikmat Allah itu tiada hentinya. tempat aku terkagum pada paduan hamparan hijau alam bercumbu dengan garis pantai yang biru menyatu juga dengan birunya langit. lalu berhiaskan putihnya awan. Ah, aku ingin kembali kesana. Berbagi cerita dengan adik-adikku, Ayu, Udin, Wanca, Ica, Syukur, Rasul, Aliyah, Nana, Daus, Benni, Ricki, dan yang lainnya yang begitu banyak. sungguh aku ingin lagi bernyanyi lagu kebangsaan dan daerah bersama kalian.

Dan juga, tempat yang akan selalu mengingatkanku pada seseorang. Seseorang yang kuminta rinai menghapusnya.

Agustus,
Setelah akhirnya menyelesaikan perjalanan di pulau kalimantan sana. Terbang ke Bali ada pada catatan perjalanan yang lain. FLP mengantarkanku bertemu dengan banyak mereka. Iya, bertemu dengan Habiburrahman El Shirazi, Shinta Yudisia, Maemon Herawati, Afifah Afrah, Benni Arnas, Gol A Gong, Irfan Hidayatullah, dan penulis-penulis hebat lainnya. Dan tak menyangka disini bertemu dengan sang Pria idaman Kholidi Asadil Alam alias mas Azam. *Ups

Pun Agustus aku melepas jabatan di FLP Ranting Unhas. Selamat berjaya di pengurusan kalian, adik. Satu hal yang aku diwarisi namun akan kuwarisi juga ada kalian, bahwa FLP itu memaksa kita untuk untuk dewasa pada waktunya.

September,
Gagal di PPAN tak membuatku menyerah pada gagal-gagal yang lain. Bulan September aku dikenalkan pada seleksi XL Future Leader. Sayang, gagal memang akan selalu bersahabat pada orang-orang yang ingin sukses. Setidaknya, pengalamanlah yang membuat kita dewasa akan sesuatu.

Oktober-November
Aku dengan kesibukan yang lain di bulan ini. Kepanitiaan di KKN Kebangsaan membuatku mencintai oktober. Bertemu dengan orang-orang baru memang selalu menjadi bagian yang kusukai. Sampai saat aku bertemu dengan seseorang yang membuatku terkagum-kagum padanya. Yang mungkin sebagian yang lain menerjemahkan kagumku dengan cara yang berbeda. Kadang aku tak mengerti pada sebagian mereka yang tak lelah pada ejekan-ejekan yang ku"tidak"kan. Hidup memang seperti ini, selalu pada putarannya.

Juga pada pertemuanku dengan "adik" dengan panggilan "mbak" padaku. Aku tidak akan pernah menutup diri pada orang lain. Namun, tidak untuk membuat "masalah" yang baru seperti yang "sudah". Baiklah biarkan aku sendiri yang paham tentang ini.

Hingga pada cerita-cerita yang lain karena statusku sebagai panitia saat itu. Mengesankan bahkan membuatku meneteskan air mata pada malam perenungan di Rindam. Aku belum pernah mencium benderaku sendiri.

November, buku antologi pertamaku terbit.
Pun November menjadi saksi akan kegalauanku mencari judul skripsi, juga kegalauan-kegalauan lainnya yang menyeretku pada simpulan untuk tetap bersyukur.

Desember,
Seperti pembuka tahunku, aku pernah kehilangan handphone baruku. Lalu tepat di bulan penutup tahunku, masih dengan kisah kehilangan yang sama. Di suatu masjid aku tengah shalat berjamaah bersama teman.
Sepertinya di dalam sujud, saat semua serah hanya pada Allah, seseorang mengambil tasku dan berlalu. Lenyaplah seluruh bawaanku. Dan pulang dalam keadaan kosong. Aku sedang mengidap penyakit belajar bersyukur pada setiap situasi. Barang kali Allah akan memberiku sesuatu yang lebih. Jauh lebih dari ini. Allah itu Maha Kaya bukan?

Lalu Bagian yang lain sudah kuceritakan lebih dahulu. Kisah Towr dan Rinai di Bulan Desember dan new yer eve ku.

Akhir menuliskan ini, di luar masih juga basah. Namun, tak lagi sedang hujan. Sudah berjam-jam aku disini. Inilah yang disisakan Desember, Skripsi dan mimpi yang tertunda.

9 komentar:

  1. woow keren mbak...
    ini bisa jadi salah satu "Proposal Hidup" seperti dalam buku Jamil Azzani "Tuhan Inilah Proposal Hidupku"...
    pasti pernah baca. :)

    BalasHapus
  2. Isma saya larut membaca kisahmu dari januari sampai desember.. 12 bulan itu... hmmm ternyata banyak meninggalkan kenangan yah.. ada yang pahit manis sampai nyesekk... hape hilang di awal dan akhir itu rasanya.. arghh.. semoga dapat pengganti yang lebih ^^ Dan semangay berkutat dengan skripsinya tahun ini -saya juga:-D

    BalasHapus
  3. Mas ajis : sygnya belum pernah baca mas. Heheee :)
    Rahmah : alhamdulillah, itulah tujuan ia dituliskan
    Zhie : aamiin ya Rabb.. iya, slamat berskripsweet ria, zhie. Smoga berkah sarjananya dan jga saya,, :)

    BalasHapus
  4. GOOD.. I LIKE IT ICMAAA :)

    BalasHapus
  5. makasih yg sangat banyak kak.. :D

    BalasHapus
  6. Ya Tuhanku, beilah aku petunjuk agar aq dapat mensyukuri nikmat-Mu yg telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dpat berbuat kebajikan yg engkau ridhai, dan berilah aku kebaikan yg akan mengalir sampai kepada anak cucuku. sungguh aku bertobat kpd Engkau. dan sungguh aku termasuk orang muslim. (QS.Al-Ahqaf : 15) salut sma tulisanmu isma, sukses sllu yah...:-)

    BalasHapus