Selasa, 16 Januari 2018

Menyikapi Mitos Selama Hamil

"Orang hamil itu banyak skali pamalinya, Nak", suatu hari ibu mertuaku mengingatkan.

Kembali ke kampung halaman memang bukan berarti kembali dengan tradisi-tradisi dan kepercayaan lama yang masih kerap dijaga baik masyarakat kampung. Bukan berarti pula sepenuhnya menjauhi norma dan adat serta tradisi yang sejak dahulu dijaga. Hanya saja, memang ada hal-hal yang menurutku tidak harus ada dan semestinya diubah sejak lama, termasuk kepercayaan-kepercayaan mengenai mitos.

Sejak remaja, sepanjang ingatan baik saya, saya memang agak kurang percaya dengan mitos-mitos. Dilarang inilah, dilarang itulah. Bukan sengaja membangkang, hanya saja seringkali menurutku larangan-larangan yang ada sama sekali tidak ada hubungannya dengan akibat yang akan ditimbulkan jika dilakukan, atau secara kasar bisa dibilang tak diterima logika baik. Meskipun ada mitos yang masih bisa dibenarkan dengan sedikit menghubungkan dengan hal-hal yang lebih faedah.

Misalkan, beberapa mitos yang sejak remaja kuingat masih lekat sampai sekarang, di kampungku, dan juga di kampung suamiku rupanya. "Nak, jangan potong kuku malam-malam. Cepat meninggal orang tua." Nah loh, ini apa hubungannya? Yang menentukan ajal kita kan cuma Allah, masa iya dengan potong kuku bisa bikin orang tua kita cepat meninggal? Bahkan potong kuku atau tidak pun, sejak sebelum saya lahir saja, orang tua saya sudah punya ketetapannya sendiri dari Allah, bahwasanya ia akan meninggal di usia sekian. Namun dengan berbaik sangka, lakukan sajalah, sedikit menunda waktu buat memotong kuku, tunggu besok. Memotong kuku malam hari memang agak rawan luka kan? Bisa jadi lampu remang-remang bisa bikin kita agak belepotan dalam memotong kuku, akjirnya kesenggol sedikit, luka deh. Barangkali itu alasan tepat kenapa kita dilarang memotong kuku malam-malam. Bisa jadi.


Contoh lain misalnya. Nenek seringkali melarangku, bernyanyi saat mandi. Saat nenek mendengarku bernyanyi di dalam kamar mandi, ia akan spontan melarang bahkan memarahi. Larangan itu kudengar sejak remaja. Karena sedikit bandel, kalo tidak ada nenek, kebiasaan itu seringkali kuulangi. Lagu saja membolehkan. Ituloh lagunya Jamrud, "waktu kumandi sambil nyanyi-nyanyi... bla bla bla". Well, waktu itu saya memang agak bandel sekali lagi karena alasannya tidak masuk akal. Katanya, "Nanti kamu menikah sama orang tua kalo sering menyanyi di wc atau kamar mandi". Toh saat ini, alhamdulillah saya sudah bersuami dengan selisih usia 3 tahun lebih saja dengan usiaku. Dan itu bukan kategori tua tentunya. Apakah pernikahan seorang perempuan berusia 17 tahun dengan kakek berusia 70 tahun di Bone yang sempat hits beberapa waktu lalu adalah karena melanggar mitos? Tentu saja tidak bukan?

Seiring waktu, saya akhirnya mulai paham dan perlahan menghilangkan kebiasaan buruk itu. Memang buruk rupanya, sebab dalam islam, kita dilarang berlama-lama di dalam wc/kamar mandi. Wc adalah tempat tinggal iblis, ia akan senantiasa membujuk manusia untuk berlama-lama di dalam rumahnya. Nah, bukankah dengan bernyanyi, kita semakin menikmati berada di dalam wc/kamar mandi. Itulah sebab yang paling masuk akal dan syar'i kenapa kita tak boleh bernyanyi saat mandi, bukan karena bisa-bisa kita menikah dengan orang yang jauh lebih tua. Urusan jodoh sekali lagi milik Allah, kalo berjodoh dengan orang tua itu artinya berlakulah ketetapan Allah, dan sama sekali bukan karena melanggar mitos.

Masih ada banyak mitos yang sering berlalu lalang di telinga, namun dari sini saya belajar, memang ada hal-hal rahasia di balik mitos. Selama ini pengungkapannya barangkali memang tak logis, tapi ada baiknya tetap disikapi dengan baik.

Nah, tentang mitos itu sendiri, sejak remaja ibu memang sudah mafhum dengan kebebalanku terhadap mitos. Ia tak lagi banyak menyuguhiku dengan mitos ini itu, karena ia berdalih 'isma tidak akan percaya'. Namun sejak memasuki usia muda kehamilan, ibu tak lagi peduli pada kebebalanku, ia tetap saja melarangku ini dan itu. Bila kuceritakan pada suami, ia mengingatkan, "mematuhi perintah ibu itu hal yang baik dan berpahala, ikuti saja selama tidak melanggar aturan agama." Suamiku memang lebih dewasa dan bijak dalam bersikap, terlebih ibu mertuaku juga jauh lebih parah tingkat kepeduliannya pada mitos. Hmmm.

Meski tidak semua hal kami ikuti, namun ada pula hal-hal yang kami abai saja untuk melakukannya. Masih dengan dalih, "tidak ada hubungannya", "insya Allah di dalam islam tidak ada larangan seperti ini", ataupun "kita pasrahkan semuanya pada Allah, toh semua yang terjadi adalah kehendak Allah."
Wallahu a'lam.
Semoga kita senantiasa menjadi orang-orang yang berjalan dalam koridor yang syar'i.

#Mitos apa saja yang saya maksudkan insya Allah akan saya bahas di postingan selanjutnya. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar