Selasa, 30 November 2010

ISLAM, KEKUASAAN, DAN KAKUNYA SEBUAH PERGERAKAN

…Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka Sukses berkuasa Di atas muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang Sebelum Mereka sukses berkuasa di muka bumi…”(QS [24] : 25)
Seyogyanya seorang Muslim sejati adalah Seorang manusia yang sadar atas tugas yang di embannya di muka bumi ini, bukan orang yang Menerima sebagian tugas dan melupakan bagian yang lain. Kita adalah manusia yang tunduk beribadah namun tidak Semata-mata hanya berfokus pada Ibadah ritual saja , terapi termasuk di dalamnya seluruh aktivitas hidup kita. JugaTermasuk di dalamnya memegang kekuasaan, karena untuk tegaknya nama Allah di muka bumi ini, maka kekuasaanlah yang akan Menjadi Bentengnya. Semua Musim wajib Untuk bekerja menjamin berdirinya kekuatan islam, hal ini wajib Ain bagi setiap muslim sealama Belum ada yang mampu mewujudkannya. Karena menurut ushul fiqih “ sesuatu kewajiban yang tidak wajib terlaksananya kewajiban tersebut kecuali dengannya maka ia adalah wajib. Dan Menegakkan kewajiban ini adalah fardu ‘ain bagi setiap muslim. Sebab fardu kifayah tetap menjadi fardu ‘ain selama belum ada yang menegakkannya.
Khilafah Islamiyah adalah solusi?, Mungkin benar itu adalah solusi, namun bagaimana mewujudkannya yang sulit. Tak seperti Membalikkan telapak tangan. Medan Juang untuk tegaknya khilafah bukan menantang Musuh Islam saja tetapi melawan arus pemikiran saudara seakidah. Layaknya Melawan arah angin darat di malam hari. Mungkin berhasil Tetapi kurang tepat masanya. Sistem ini sudah rusak, namun menjauh darinya Seperti Melepas tangan dari tanggung jawab. Sehingga tak ada jalan lain selain merebut kekuasaan dari tangan yang rusak, karena semakin lama kita diam maka sebentar lagi kita akan digerogoti kehancuran yang semakin menipiskan nadi penghidupan dan aqidah.mengingat begitu berat intervensi-intervensi pemerintah dalam menentukan hidup rakyatnya. Perlawanan sengit tanpa merusak aqidah yakinlah bisa dilakukan.
Sejarah Membuktikan bahwa Suatu masyarakat Menjadi rusak dan kufur karena kekuasaan berada di tangan orang-orang yang durhaka, yang tidak beriman pada sang pencipta. Sebagaimana yang pernah dialami oleh bani Israil, saat dipimpin oleh Fir’aun. Allah swt Mengisyaratkan fenomena seperti ini dalam Firman-nya,
“Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?”( Muhammad :22)
Sebaliknya suatu kaum akan menjadi baik dan keshalihan Nampak dalam kehidupan sehari-hari ketika kekuasaan berada di tangan orang-orang shalih. Sebagaimana Nabi Daud as. Yang dikembangkan oleh Nabi Sulaiman as. Dimana mereka menyampaikan kekuasaan melalui pendekatan kekuasaan. Maka tidaklah berlebihan jika dikatakan suatu masyarakat tidak akan baik secara meluas tanpa kepemimpinan yang baik sebagaimana badan tak akan baik tanpa kepala yang baik.
Merebut kekuasaan adalah suatu tugas yang wajib dijalani, oleh karena itu kita juga tak dituntut kaku untuk bertindak. Islam adalah agama yang terbuka, agama yang menaungi manusia dengan kesejahteraan. Begitulah keimanan dan ketakwaan yang kuat dapat memayungi dua per tiga belahan dunia seperti dalam sejarah. Meski Beban berat hari ini tak sepadan dengan hari sejarah yang gemilang kita dituntut menjadi manusia yang serba unggul seperti yang diamanahkan dalam al Quran bahwa “ kalian adalah sebaik-baik ummat”. Bukankah kita disuruh untuk berikhtiar dan menghilangkan segala penghambaan kepada selain Allah.
Berbenah diri terhadap raga yang telah jelek adalah misi utama seorang muslim. Terutama menghilangkan kekakuan-kekakuan dalam medan yang melahirkan kendala-kendala dalam terciptanya sebuah kekuasaan.
Zona nyaman kita bergaul dengan sesama dalam jama’ah adalah kendala dalam terciptanya kekuasaan Islam. Lihatlah orang-orang yang aktivis dalam bergerak menegakkan tauhid ternyata saling menyikut dalam jalannya, padahal bukankah dipertanyakan keikhlasan seseorang ketika Asobiah dalam mengunggulkan jamaahnya dan melupakan niat utamanya. Namun inilah realita karena orang Islam kaku mengurus ummatnya sendiri. wajarlah kemampuan memimpin umat sangat berat karena bersatu dalam atap agama kita masih susah menjalaninya.
Esklusif dalam bergaul masih menjadi corak khusus orang yang mengaku alim dalam beragama. Ini adalah kendala kedua setelah Asobiah jamaah dimana seorang muslim tak mau berbaur dengan orang yang di anggap rusak. Padahal untuk merubah suatu pemikiran kita tak diam untuk mengajaknya bicara. Wajarlah orang-orang disekitar kita tak merespon gerak kita, karena ternyata untuk bergaul pun ternyata kita kaku. Seperti tidak telatennya seorang doctor dalam mengetahui penyakit pasiennya. Mendapat hal positif dari objek garapan kekuasaan tak akan mungkin diperoleh tanpa pelayanan dengan tidak melihat jamaah, ras dan agamanya. Menggarap kekuasaan adalah bersikap adil kepada semua mahluk ciptaan tuhan.
Egois terhadap manusia lain. Citra jelek seorang muslim di depan mata orang yang berlintasan keyakinan dengan kita. Pernahkah kita berbicara dengan kondisi umat sekarang?. Sadarkah bahwa kita terkesan membela saudara sendiri, dan terkesan saebagai umat yang berjiwa sosial rendah. Ingatlah ketika banyak muslim melakukan aksi demonstran memprotes kekejaman Israel terhadap bangsa palestina, itu sangat dianggap tragis oleh kaum muslimin. Tapi ternyata kacamata seorang muslim tak menganggap tragis pembantaian orang-orang hindu dan budha yang notabene keberadaannya di akui dunia sebagai salah satu agama dan pembantaian orang-orang nasara di timor-timor. Patutlah jika kita belum diberi amanah oleh tuhan untuk memegang dunia, karena kita sendiri belum mengemban misi keadilan yang diajarkan agama ini.
Ketika kita terbangun dari keterlenaan kita, patutnya kita sadar bahwa Islam bukan duturunkan untuk seorang muslim saja. Tapi agama yang mulia ini adalah pengayom keadilan dunia dan sokoguru peradaban bagi seluruh umat manusia. Ketika kita saling bersatu, tiada fanatisme, terbuka untuk menyeru kejalan kebenaran atas nama-Nya, mampu melayani dan siap member maka yakinklah kitalah pemimpin itu, tentunya semua harus berada di atas ridhonya.

kosmik RUMAH BARUQw

yah,,,,,
entah apa yang membawaku ke tempat ini....
tempat yang awalnya sangat terasa asing, tempat yang membuatku penuh dengan tanda tanya.
namun tak ada yang sempat menjawabnya, karna itu hanyalah jeritan hatiku.
kucoba menjalani semua ini, mencoba menemukan jawaban dari pertanyaanku slama ini. selama tempat ini masih terasa asing.
3 bulan kujalani, memaknai hari2ku di tempat ini. pijakan demi pijakan kakiku mulai penuh dengan warna warni persaudaraan. kutemukan kembali pelangi persahabatan di tempat ini. mereka peri kehidupanku kini yang turut memaknai cerita hari-hariku.
komunikasi kini adalah pijakanku, ku mulai menyayangi segala hal yang ku dapatkan di dalamnya. teman-teman, saudara, sahabat, dan keluarga kurasa semuanya ada disini.
ketika pikiranku kembali melayang mengingat perjuanganku mencari pijakan baruku setelah lulus SMA, sangat sulit kuungkapkan, begitu banyak lika liku yang kualami sehingga ku temukan tempat yang indah ini. dan kurasa Tuhan telah menggoreskannya di telapak tanganku sebelum semuanya ku perjuangkan. dan inilah yang kudapat. kuyakin, ga ada yang sia-sia. Tuhan Tau yang terbaik.
yah.... semoga di tempat inilah akan kutemukan jati diriqW...
INILAH RUMAHKU.....

Rabu, 10 November 2010

“PRESTASI TANPA WADAH” CORAK PENDIDIKAN NEGERIKU"


Benarkah bahwa negeri kita tidak hanya kaya dengan sumber daya alam melainkan juga sumber daya manusia? Iya jawabnya. Meskipun kita masih bertanya, apa bukti nyata dari kekayaan sumber daya manusia negeri kita. Dan ini memang masih sangat pantas untuk kita pertanyakan. Mengapa ? karena sampai saat ini, kita masih tetap berada dalam posisi negara berkembang. Mengapa harus selalu “berkembang”? Kapan bangsa kita bisa dikatakan maju? Dan taukah kita apa penyebab dari hal ini? Bukan karena Indonesia bodoh , namun karena wadah pendidikan di negeri kita yang belum memadai. Buktinya banyak anak bangsa yg memiliki prestasi tak kalah dengan negara-negara maju di luar sana. Dapat kita amati dengan melihat data prestasi anak bangsa di bawah ini.
Melihat Indonesia secara saksama bukanlah melihat segelintir manusia yang hidup di samping pematang sawah, tetapi melihat Indonesia seperti melirik bagian terbesar di dunia ini. Kita mungkin terpinggirkan dengan berita buruk dari negeri ini dan lupa membuka mata atas prestasi anak negeri. Sebut saja habibie seorang perancang pesawat terhebat yang pernah dimiliki negeri ini. Siapa lagi yang lain?. Kita tidak tahu bukan. Padahal apakah kita tahu bahwa ternyata itu baru daun lama yang sudah hamper gugur. Masih banyak tunas-tunas mudah yang ingin tumbuh menjadi pucuk unggul sebagai stek peradaban.
Ada Masruri Rahman (SMPN 78 Jakarta) yang meraih medali emas 5th World School Chess Championship Greece di Yunani. Muhammad Kautsar, Dian Sartika Sari, Dhicha Putri Maharani, dan Hidayu Permata Hadi (SMAN 6 Yogyakarta): Meraih medali emas dalam kompetisi sains di International Conference of Young Scientist untuk kategori bidang lingkungan. Penelitian mereka tentang potensi biji mahogany sebagai bahan bakar alternatif dan obat nyamuk. Begitu pun Indonesia Raih Empat Emas di Olimpiade Astronomi 2008
Dua Tim Indonesia meraih empat medali emas, tiga perak dan dua perunggu pada International Olympiad Astronomy & Astrophysic (IOAA) ke-2 Tahun 2008 yang ditutup di Sasana Budaya Ganesa ITB Kota Bandung. Dan yang lebih menakjubkan lagi Indonesia hamper menaklukkan dunia setelah meraih prestasi sebagai pesaing china dalam kompetisi sains tingkat dunia. Dan masih banyak lagi prestasi naka negeri yang tak mungkin ditulis dalam selembar kertas.
Sekali lagi kita harus yakin dan menegaskan bahwa Indonesia bukannya bodoh, bahkan dapat kita katakan anak anak Indonesia adalah anak yang jenius. Namun , pernahkah kita menyadari bahwa kejeniusan anak Indonesia itu sendiri pada akhirnya tidak ia gunakan di negerinya sendiri. Mungkin kita perlu merenung sejenak , mengapa hal ini bisa terjadi?
Pendidikan di negara maju memang didukung dengan fasilitas teknologi informasi yang memadai, SDM yang lebih profesional, dana lebih longgar, dan segala sesuatu yang lebih memadai dibanding negara berkembang dan terbelakang. Dengan kriteria seperti itu, dalam setengah abad ke depan pun hampir tidak mungkin perguruan tinggi dan sekolah di negara berkembang bisa berada pada puncak tangga, apalagi di negara terbelakang, sebut saja Indonesia.
Itulah sebabnya mengapa anak-anak bangsa banyak yang melanjutkan pendidikannya di negara-negara maju, dan pada akhirnya mereka pun akan mengabdikan diri di negara tempat mereka mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga negara maju akan semakin maju, dan negara berkembang pun akan tetap berkembang dan tidak akan pernah maju. Karena manusia-manusia yang ada di dalamnya lari meninggalkan tanah airnya untuk menuntut ilmu dan bekerja di negara-negara maju tentunya. Dan ini bukan salah mereka, ini adalah keterbatasan dari negara kita.
Ilustrasi konkretnya mari kita lihat publikasi mutakhir CYNDOC edisi 27 Januari 2009. Dalam publikasi ini sepuluh perguruan tinggi yang paling baik (the best ten) semuanya berkiprah di AS, yaitu Massachusetts Institute of Technology (ke-1), Stanford University (ke-2), Harvard University (ke-3), University of California Berkeley (ke-4), Cornell University (ke-5), University of Michigan (ke-6), California Institute of Tecnology (ke-7), University of Minnesota (ke-8), University of Illinois Urbana Champaign (ke-9), dan University of Texas Austin (ke-10).
Bukankah ini dapat kita simpulkan bahwa memang pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dibawah Negara-negara maju di dunia dalam pendidikan. Melihat keterbatasan itu, saya kira wajar jika kita sebagai anak Indonesia melanjutkan pendidikan di negara-negara maju. Karena memang Indonesia masih belum bisa menyaingi Negara-negara maju.
Ada banyak fakta yang menunjukkan keberhasilan anak Indonesia di negeri orang dan tentunya kita patut bangga dengan ini. Dibanding jumlah penduduk yang menurut data Badan Pusat Statistik mencapai 231 juta orang, anak bangsa yang sukses bersaing di pentas global memang ibarat sebuah noktah. Toh, kiprah mereka di kancah internasional menunjukkan bahwa sejatinya kemampuan sumber daya manusia kita tidak kalah dari bangsa lain. Pasalnya, mereka bukan sekadar bekerja. Mereka memegang posisi strategis, tokoh kunci, dan decision maker di perusahaan papan atas, perguruan tinggi ataupun lembaga riset prestisius. Mereka telah menjadi bagian dari pusaran eksekutif global yang berkarier melintasi batas-batas negara.
Andreas Raharso, misalnya. Lulusan program doktor bidang Manajemen dari Universitas Indonesia ini tercatat sebagai orang Asia pertama yang menduduki posisi CEO The Hay Group Global Bidang Riset dan Pengembangan yang berkantor di Singapura. Tak kalah bersinar, Antonius Barry Aryanasvara, yang saat ini petinggi di GE Energy Asia Tenggara sebagai Direktur Industrial Solution. Sementara itu, Ilham Arief Bachtiar menduduki posisi Manajer Test/Defect di Nokia Siemens Networks Malaysia.
Di ranah yang berbeda, prestasi Yanuar Nugroho membuat kita terkagum-kagum. Kelahiran Januari 1972 ini meraih penghargaan sebagai Staf Akademisi Terbaik 2009 di Universitas Manchester, Inggris, almamaternya saat ia merampungkan program Ph.D. Saat ini Yanuar tercatat sebagai Research Associate Manchester Institute of Innovation Research (MIOIR), Manchester Business School (MBS), University of Menchester. MBS adalah sekolah bisnis terbesar di Inggris. Program Ph.D di MBS nomor satu di dunia tahun 2008 dan 2009 berdasarkan penilaian Financial Times. Sementara MIOIR adalah institut kajian inovasi terbesar di Inggris.
Yang juga mengesankan kiprah Ismail Fahmi. Team Leader/Senior Application Developer Digital Library Department University Library of Groningen, Belanda ini bertugas mendesain aplikasi Web dan mengimplementasikannya.
Sebenarnya, tak sedikit profesional asal Indonesia yang selama puluhan tahun sudah berkiprah di luar negeri. Tenaga dan pemikirannya banyak dipakai institusi dunia. Dalam catatan Direktur PT Amrop Indonesia, Pri Notowidigdo, tren yang semakin mengglobal saat ini sangat memungkinkan para profesional muda di negara ini untuk berkiprah di luar negeri. Tak sekadar mencari pengalaman, mereka memang melihat potensi yang lebih besar untuk belajar, mencoba hal-hal baru, dan memacu diri untuk bisa berkembang secara pribadi.
Berkarier di luar negeri, terutama di negara maju, sering kali juga menambah nilai positif dalam perjalanan karier selanjutnya. Banyak di antara eksekutif yang mempunyai pengalaman kerja di luar negeri, setelah pulang kandang, memperoleh kedudukan yang mapan dan kariernya melejit dengan pesat. Karena itu, bekerja di luar negeri merupakan salah satu strategi karier yang layak dipertimbangkan.
Tak hanya profesional, peneliti dan akademisi kita juga banyak yang bersinar di luar negeri. Iwan Jaya Azis boleh jadi sedikit dari orang Indonesia yang mampu menunjukkan kehebatannya dengan menjadi Guru Besar Cornell University. Begitu juga dengan Dr. Etin Anwar yang berkibar sebagai Associate Professor dan mengajar di Hobart & William Smith Colleges Geneva, New York. Ibu dari tiga anak yang menyelesaikan S-1 di IAIN Bandung ini dikenal memiliki kompetensi besar di bidang Islam dan keterkaitannya dengan permasalahan gender.
Itu juga hanya sebagian kecil dari sekian banyak anak Indonesia yang berhasil meniti karirnya diluar negeri. Sehingga dapat kita simpulkan, bahwa bangsa Indonesia itu cerdas, namun karena ketidak seriusan Indonesia dalam mewadahi pendidikan generasinya yang berprestasi maka banyak diantara mereka yang harus keluar negeri mengejar dan mempermantap ilmunya di sana.
Yang disesalkan saat ini, mengapa bangsa yang besar ini tidak mampu mengimbangi kemampuan anak negeri ini. Mengapa disaat peneliti Indonesia yang berkiprah di luar negeri merasa tak tercelup dalam Pentas menyukseskan Indonesia. Seperti yang disesalkan oleh seorang peneliti disaat perusahaan dunia berusaha menggaitnya, maka tak satupun seorang tertinggi dari bangsa ini yang meliriknya. Mungkinkah bangsa ini masih goyah dengan tujuannnya, tak jelas arah strategis apa yang di tempuh.
Sedikit wadah untuk orang berprestasi di negeri ini, adalah sedikit harap yang mungkin  bisa menjadi butir dimensi harapan yang berimbas pada dimensi lain yang belum tersentu dari negeri ini.