Selasa, 24 April 2012

Sepotong Bronis Coklat


Hari hampir petang, sedikit lagi matahari lelap dalam peraduannya. Barisan garis jingga nampak elok memandangi nasib seorang wanita tua yang sedari tadi duduk manis di koridor kampusku. ini bukan pertama kalinya kulihat wanita tua itu. Wajah teduh dengan garis umur di wajahnya menambah pilu tatkala tiap hari ia harus menapaki sepanjang koridor kampusku. Kuperkirakan umurnya sekitar 70an keatas. Seperti orang berumur kebanyakan, postur tubuhnya tak lagi tegap. Jalannya pun sudah terlihat berat. Beban umur mungkin. Satu hal yang kusuka darinya, senyum selalu mekar di wajahnya.
Dari kejauhan kupandangi ia tengah merapikan sejumlah uang kertas yang kebanyakan uang seribuan. Sesekali, ia mengelus gulungan rambut putih keritingnya kemudian kembali menghitung uang yang dipegangnya. Mungkin ia lupa jumlah yang telah dihitungnya. Kulihat ia mengulang hitungannya selama tiga kali. Tak salah lagi, uang-uang itu adalah hasil jualan kue seharian.
Hari semakin petang, angin dingin berhembus kencang. Lalu lalang mahasiswa pun semakin berkurang. Sayangnya rintik hujan mulai menyapa. Padahal cuaca nampak aman-aman saja.  Kuurungkan niat untuk pulang, lalu perlahan kudekati wanita tua itu. kulihat di kotak kuenya, masih tersisa dua potong kue bronis coklat. Kusodorkan dua lembar uang kertas dua ribuan lalu kumakan kedua potong kue itu.

Selasa, 03 April 2012

Belajar dari Negeri Nihon

taken from google


Beberapa hari lalu saya membaca sebuah artikel di salah satu Koran online yang mengatakan bahwa minat baca masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Menurut menteri bidang kesejahteraan rakyat H.R. Agung Laksono, persentase minat baca masyarakat Indonesia hanya sebesar 0,01 persen. Artinya dalam 10.000 orang hanya 1 orang saja yang memiliki minat baca.
Konon, di berbagai literatur banyak dijelaskan bahwa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia disebabkan oleh banyak hal. Di antaranya sistem pembelajaran belum membuat siswa ataupun mahasiswa harus membaca buku lebih banyak dari apa yang diajarkan dan mencari informasi atau pengetahuan lebih dari apa yang diajarkan; internet yang seharusnya mampu membawa dampak peningkatan minat baca ternyata tidak pada perannya, ternyata malah disalahgunakan karena sifatnya yang visual; banyaknya hiburan TV dan permainan di rumah ataupun di luar rumah yang membuat perhatian anak ataupun orang dewasa untuk menjauhi buku; banyaknya tempat-tempat hiburan seperti taman rekreasi, karaoke, mall, supermarket, dan lain-lain;, buku dirasakan masih sangat mahal dan begitu juga jumlah perpustakaan masih sedikit dibandingkan dengan jumlah penduduk yang ada dan kadang-kadang letaknya jauh, serta masih banyak lagi alasan mulai dari A sampai Z yang dijadikan alasan rendahnya minat baca di Indonesia.