Sabtu, 17 Maret 2018

Kisah Bunda Kepada Abid : Perjuangan Melahirkan Anak Pertama

Abid Rayyan Al Qayyim


Lahir tepat adzan isya waktu RS. Andi Sultan Dg Raja (19.25 wita) pada hari Rabu 07.02.2018.
Kesyukuran besar bagi ibu bisa melahirkanmu dengan normal anakku, meski setelah berjuang selama dua hari di rumah sakit. Ibu kekeuh untuk melahirkanmu normal tanpa induksi saat itu. Meski bidan mondar mandir menawarkan induksi pada ibu dengan dalih persalinan akan lebih cepat namun sedikit lebih sakit dari persalinan tanpa induksi. Katanya pula, untuk anak pertama, satu pembukaan bisa bertambah dalam 2 jam, sementara pada saat itu ibu masuk UGD masih pada pembukaan satu, maka jika dihitung paling cepat untuk mencapai pembukaan lengkap adalah 20 jam. 

Saat masuk UGD, setelah VT pertama kali, bidan menyarankan untuk langsung ditinggal dan diinfus karena air ketuban ibu sudah berkurang. Ini diluar bayangan ibu, Nak. Selama ini ibu membayangkan kelak saat persalinan akan ada sesi berjalan mondar mandir di koridor RS agar pembukaan mulut rahim lebih cepat, sayang Allah berkendak lain, Nak. Dari UGD, ibu lalu dipindahkan ke ruang bersalin dengan kursi roda, bahwa ibu tak boleh lagi banyak berjalan, agar air ketuban ibu tidak benar-benar habis. Dalam hati, ibu harus berjuang melahirkanmu tanpa induksi dan saecar nak. Skali lagi, ibu ingin melahirkanmu normal anakku, tanpa induksi, apalagi saecar. 

Namun sejak awal memasuki ruang bersalin, bidan sudah menawarkan induksi, tentu ibu menolak. Bukan apa-apa nak, rasa sakit-yang ibu dengar dari cerita teman dan keluarga jika bersalin dengan obat induksi membuat ibu enggan membayangkannya, apalagi merasakannya. Sejujurnya, bukannya ibu tak mau anakku, hanya saja ibu ragu tak bisa melaluinya dan harus berakhir saecar. 



Dengan penuh debar, ibu tetap melalui masa-masa pembukaan yang sangat lamban. Satu kesalahan ibu saat itu nak, ibu tidak memberitahukan bidan perihal diagnosa dokter di klinik yg kudatangi sebelumnya, bahwa air ketuban ibu sudah mulai keruh. Entah saking banyaknya hal yang berkelebat di kepala ibu sampai tidak terpikirkan memberitahukan bidan, yang pasti itu bukan hal yang ibu sengaja sembunyikan. 

Ibu berusaha tetap tenang sayang, berharap segala yang baik dan tiada henti berdzikir pada Allah. Hingga memasuki hitungan hari kedua di RS, Nak, sudah lebih 24 jam ibu terbaring di Ruang bersalin, namun masih pembukaan empat.
Bayangkan saja, Nak, jika kata bidan pembukaan normal bagi kelahiran anak pertama adalah satu pembukaan setiap 2 jam sekali, bahkan saat ini sudah 24 jam nak, pembukaan masih juga empat. Berapa lama lagi ibu akan merasakan sakit? 

Seingat ibu, VT pertama kali saat itu dilakukan di rumah oleh bidan teman ibu sendiri pukul 11 lebih sedikit, sudah pembukaan satu. VT di UGD pukul 3 sore lebih sedikit masih juga pembukaan satu. Lalu VT lagi di ruang bersalin masih sama, sungguh VT itu hal yang melelahkan dan menyakitkan. Pukul 11 malam kalau tidak salah VT lagi, ibu lalu pembukaan 3. Entah berapa kali VT (proses yang sangat tidak nyaman), sejak pukul 4 subuh ibu mulai pembukaan empat sampai kontraksi berkurang di siang hari pukul 2 masih juga pembukaan empat.

Ibu mulai gusar dan meminta ayah untuk menuntun ibu berjalan-jalan di dalam ruang bersalin, barangkali bisa membantu pembukaan, tentu saja dengan izin bidan. Saat itu masih saja bidan mondar mandir dan 'menghasut' ibu untuk induksi, ah tidak hanya bidan anakku, sepupu, tante, bergantian menghasut dan memarahi ibu yang masih kekeuh. Hanya ayah dan nenekmu yang tetap mendukung ibu untuk tidak ingin induksi. Hingga bidan senior yang menangani ibu serta bidan-bidan lainnya datang membawa instruksi dokter yang menangani ibu, bahwa pilihan dokter hanya dua, jika masih kekeuh untuk tidak diinduksi, maka silakan berpuasa, malamnya akan langsung disaecar. 
Kutatap ayahmu nak dengan perasaan yang entah apa ibu menamakannya. Ayah lalu membujuk ibu, "paling tidak kita sudah berjuang, sayang. Jika memilih saecar pemulihannya lama. Insya Allah sygku kuat. Kita berserah sama Allah, yah."
Dan yah, akhirnya ibu diinduksi, Anakku. Pukul 16.30 ibu diberi obat induksi. Menurut bidan obat akan bereaksi setelah sejam pemakaian. Namun tak sampai sejam ibu sudah merasakan reaksinya, mungkin karena ibu memang sudah pembukaan empat jadi reaksinya cepat.

Ibu merasakan sakit yang semakin sakit, Nak. Di sana untuk pertama kalinya ibu melihat ayahmu menangis karena ibu, nak. Ibu melihat air mata yang begitu tulus dari mata ayah, bahkam ayahmu tersedu-sedu saat itu. Ia berusaha menyembunyikannya pada ibu-yang membenamkan wajah pada pelukannya sebab menahan rasa sakit. Merasakan badannya bergetar karena sesenggukan, ibu akhirnya menyadari tangisannya. Seketika ibu menjadi jauh lebih kuat, Nak. Ibu berjanji pada ayahmu, ibu akan kuat dan bisa melalui ini, tentu dengan meminta pertolongan pada Allah. Benar Allah maha penolong anakku, saat VT pertamakali setelah induksi ibu langsung pembukaan enam, tak lama VT lagi alhamdulillah pembukaan lengkap. 

Di pembukaan lengkap ayah meminta diri untuk keluar dari ruang persalinan, ibu tau nak, ayahmu tidak tega melihat ibu kesakitan. Ayah sudah mendampingi ibu dan memberikan kekuatan yang sangat besar bagi ibu tak apa ibu didampingi nenek di detik kamu keluar dari rahim ibu. Tak berselang lama nak, barangkali tak sampai 5 menit bahkan menurut ayahmu hanya sekitar dua menit, kamu pun terlahir ke dunia, namun dengan sedikit tangis.

Tak sampai di situ anakku, setelah rasa syukur yang tiada henti bayi mungil ibu telah lahir ke dunia, rupanya ibu dan ayah diuji kemudian nak, kamu kecil harus dimasukkan ke ruang NICU untuk diinkubator. Ah anakku malang, kuatlah, Nak, cahaya hatinya ayah dan ibu. Maafkan ibu, barangkali sejak menghamilkanmu ibu tak banyak makan sampai bayi mungil ibu harus kekurangan berat badan. Kamu terlahir dengan BB 2,3 kg saja. Sementara normalnya minimal 2.5 kg. Pun mungkin saat menghamilkanmu kesalahan apa yang ibu lakukan atau yang ibu makan sampai air ketuban ibu menjadi keruh sehingga tangan dan kakimu menjadi biru saat dilahirkan, anakku. 
Dengan bersabar, alhamdulillah, semuanya mampu kita lalui anakku. 

Alhamdulillah,wasyukurillah. Terima kasih Zat yang Maha Penolong, Maha Penyembuh. Semoga kelak Engkau jadikan anak kami penyejuk hati keluarga kami, menjadi anak yang soleh, pelipur lara, serta penyemangat kami. Dijadikannya anak kami penuh berkah dan harapan pada namanya kelak menjadi nyata. 

Selamat datang anak solehku. Hari ini 17 harimu, baru saja ibu sempat memposting sesuatu yang panjang lebar. Itupun setelah tidurmu yang nyenyak.
I love u, Al Qayyim dan ayah.. 

Ttd. 
Ibu yang kelak Qayyim panggil Bunda.. 😊😊

Tidak ada komentar:

Posting Komentar