Sabtu, 10 Mei 2014

Seperti Kebanyakan Malam

Seperti kebanyakan malam,
Kau, aku duduk bersila,
Bertutur perihal yang sudah,
Kau tentangmu,
Aku tentangku.
Juga perihal angan yang muskil.
Siapa peduli.
Angan itu tak pernah berbatas,
Begitu katamu. Ku iyakan.

Seperti kebanyakan malam,
Kau datang berbekal pagi.
Bekal janji menggurat senyum di bibir.
Katamu, kau adalah senyumku.
Pandai nian retorikamu.
Ah, siapa peduli.
Yang kutahu, malam ini dan malam kebanyakan,
Kau mahir buatku tersenyum.

Seperti kebanyakan malam,
Kidung terlahir,
Malam berakhir,
Sesungguhnya tak benar-benar berakhir,
Kita beranjak membubar sila,
Kemudian menunggu gelap kembali.

Sekali kuulang ketakutanku akan gelap,
Kau mengangguk sebelum kekata kuhabiskan.
Untuk itu kau di sini, katamu.

Dan pada setiap malam berakhir,
Selalu kubisik pada gelap, “andai tak ada ujung malam”.


Bukankah angan tak pernah berbatas?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar