Tuan, kemarilah.
Duduklah bersamaku.
Hendak kututurkan risauku.
Setelah itu, izinkan mata membuka puisi pada jiwa yang lain.
Berbubuh materai dan tanda tanganmu.
Sejak lepas tatapmu pada bunga berpadu merah muda dan putih
yang katamu indah,
kau puja ia dengan sanjungan.
Petik dan tanam kembali.
Lalu kau menjadi tuan.
Ia kau puja, pun ia memuja dikau.
Aku si merah muda.
Masih hidup dalam puisimu.
Putih, katamu ia telah gugur.
Lalu, kuputuskan aku kelana.
Ingin dikau kubuat mati.
Bukit, padang pasir, aliran air yang panjang,
langit, padang rumput, samudera, belantara,
kujajaki demi mencari puisiku yang kusangka bukan kau.
Entah pada jejak mana kau alpa.
Kau ada pada seluruh pijakan.
Bumi menertawaiku sesungguhnya.
Ia pikir aku lampau layu.
Ia tahu kau satu-satunya musimku.
Tuan, kemarilah.
Katakan pada sajak mana harus kuhentikan puja padamu.
Sebab jika kau mati, puisiku mati.
Tuan, datanglah.
Genggam dan serahkan hati merah menyalah padaku.
Sebab kau tahu, hanya kau puisiku.
Hanya hatimu yg kudapati merah menyalah
menemani kuncup merahku yang redup,
sebab kaulah jiwa puisiku.
Tuan, kemarilah.
Bubuhkan tanda tangan pada materai merah mudaku.
bagus :)
BalasHapushihihiiii..
Hapusmakasih kak opu. Ini kami (sy dan puisi) baru PDKT,
doakan bisa jadian yah kak...