Ini
bukanlah awal cerita di antara kami. Kukenal ia sejak duduk di bangku SMA dulu,
tahun ini adalah tahun keenam kami bersama. Kebiasaan untuk tertawa seperti itu
barulah kusadari sejak dua tahun terakhir ini. Entah apa yang membuatnya begitu
geli dengan cerita-cerita teman ataupun senior-senior kami yang kadang hampir
semua orang menilainya tak lucu. Di SMA dahulu kukenal ia adalah seorang yang
jarang berbicara. Wataknya keras, begitulah yang kutahu meskipun kami tak
begitu dekat saat itu, namun sekelas selama tiga tahun dengannya cukuplah untuk
memberikan penilaian terhadapnya. Dan kini program studi Komunikasi telah
mempertemukan kami kembali. Beginilah Aish dua tahun belakangan. Mungkin orang
yang tak betul-betul mengenalnya akan mengatakan ia tak punya selera humor,
apapun ia tertawakan. Bahkan jika ingin tak dikatai garing, meluculah di depan
Aish maka tak ada leluconmu satupun yang akan dinilai garing olehnya.
Jumat, 07 Desember 2012
Senyum Senja
Tawanya
melenting. Ini adalah yang kesekian kalinya. Sedari tadi semenjak kami yang
sedang tak punya kesibukan berkumpul di tempat ini tawanyalah yang paling terdengar
jelas di antara kami. Bahkan hal yang tak lucu menurut kami pun ia tertawai
sejadi-jadinya, begitulah ia setiap hari. Di tempat ini, tempat yang paling
sering menjadi tempat bertengger tiap kali tak ada kuliah. Tempat yang kami
gunakan hanya untuk sekedar ngalor ngibul bersama teman-teman. Tempat yang menjadi
saksi betapa telah tercipta kebersamaan yang begitu lekat diiringi canda tawa
di antara kami, juga saksi betapa ceria teman wanita kami yang satu ini. Aish. Begitulah
ia mengisi hari-harinya.
Kamis, 06 Desember 2012
Kelak Suatu Saat Kau akan Bercerita Tentang Hari Ini, Tentang suatu Hari di Tangga Seribu : Part 2
Air
Terjun Bulan, 2 desember 2012
Kuharap
ini menjadi yang pertama sekaligus terakhir aku menginjakkan kaki di Air Terjun
Bulan ini. Bukan karena aku tak mau lagi melihat keindahannya, Hanya saja
seribu anak tangga itu, oh begitu panjang dan terjal. Selalu ada kekhawatiran
untuk setiap langkah. Bagaimana jika ada yang terkilir? Bagaimana jika kaki-kaki
mereka keram dan tak bisa melanjutkan perjalanan? Bagaimana jika ada yang terpeleset?
bagaimana jika ada yang pingsan karena kecapean? Bagaimana jika ada di antara
mereka yang berpenyakit asma dan tiba-tiba kambuh tanpa ada obat yang bisa
digunakan? Bagaimana jika.................
Ah,
untung saja semua itu tidak terjadi dalam perjalanan kami, perjalanan panjang
di seribu anak tangga. Tapi tunggu, ini belum berakhir, aku masih belum bisa menanggalkan
kecemasanku. Masih ada perjalanan pulang, kita akan kembali melewati seribu
anak tangga itu, dan kali ini kita akan mendaki. Oh tak bisa kubayangkan.
Rabu, 05 Desember 2012
Kelak Suatu Saat Kau akan Bercerita Tentang Hari Ini, Tentang suatu Hari di Tangga Seribu
Malino, Dini
Hari. TOWR IV FLP Unhas
Jarum jam kini menunjukkan detik awal di
hari yang baru. Gigil menusuk tulang. Lelah tak menjadi alasan untuk kami bisa merebahkan badan di
pembaringan. Dini hari menjamu kami dalam sebuah lingkaran kecil untuk bisa
membicarakan sebuah rahasia. Yah aku menyebut ini rahasia. Rahasia untuk sebuah
perubahan rencana.
Sempat terlintas dalam benak, betapa nyamannya meringkuk dalam selimut tebal . Hanya
saja, bukan itu yang akan kami lakukan. Kami sedang dalam misi menyusun rencana
baru untuk calon anggota baru keluarga kami.
Jumlah kami lumayan terbatas, aku
bersama dua orang panitia perempuan lainnya beserta 8 orang panitia laki-laki duduk dalam sebuah
lingkaran kecil.mereka Adalah Nunu’, Wina, Memet, Ahmad cekidot, Batara, Oci’, K’jum,
k’Tajrim, Aris, dan juga Ashar. Tepat di halaman depan tempat penginapan
peserta laki-laki. Semilir angin kadang
mengundang ketakutan bagiku. Namun kucoba untuk tidak menghiraukan hal-hal yang tidak perlu untuk dipikirkan.
Perubahan rencana itu pun mulai kami
diskusikan… dan…………….
……………………………..Bla,,,,,, bla,,,,bla,,,,,,,blaaaaaaaaaaa………………………..
Senin, 03 Desember 2012
Gara-gara Printer
Masih
teringat raut wajah teman-temanku malam itu. Malam syahdu nan mengharukan.
Malam itu adalah H-1 kegiatan penyambutan mahasiswa baru di universitas kami,
Universitas Fajar Menyingsing. Entahlah aku ingin menyesali kebiasaanku
menunda-nunda waktu atau malah bersyukur. Di satu sisi, aku memang bersyukur
bisa menghabiskan malam dengan teman-teman seorganisasiku, ritual ini memang
jarang kami lakukan. Namun di sisi lain, ini membuat kerjaan serba terburu-buru
dan akhirnya tak beres. Beberapa hari sebelum hari H aku seharusnya sudah
menyiapkan printer yang akan dipakai untuk mencetak leaflet yang telah kubuat
untuk acara itu. Kuandalkan printer salah satu temanku. Ternyata bena-benar
salah, dia pun menggunakan printernya dalam kegiatan yang sama, hanya saja dia
tak seorganisasi denganku.
H-1 kuhubungi temanku itu, sebut saja namanya
Tukiyem. Kuminta iya meminjamkan printernya padaku karena printer milik
organisasiku sedang rusak. Sudah kurencanakan untuk menyelesaikan cetakan
leaflet sejumlah 500 eksamplar itu sendirian. Sayang sepuluh sayang seperti
yang kukatakan Tukiyem menggunakan printernya. Kutelpon satu persatu
teman-temanku yang kuperkirakan memiliki printer. Lagi, sayang seratus sayang,
Sumantri yang seharusnya bisa meminjamkan printernya ternyata masih di kampung
halamannya menikmati liburan. Dia malah menyarankan aku ke tukang printer saja
lalu foto copy, dan itu sama sekali takkan kulakukan. Itu sama saja menyerah.
Hampirlah aku menangis, Santoso, Markona, Ambo Dalle, Sannero, atau pun
Nahorang, tak satupun yang memiliki printer. Begitu pula saat kutelpon Limang,
Jumrang, Bintang, Rustang. Satu lagi, Jihan, entahlah mungkin namanya Jihang
seperti yang lainnya. Maklumlah dengan dialek orang Makassar, sampai-sampai
dialeknya terikut pada saat pemberian nama pada anaknya.
Langganan:
Postingan (Atom)