Jumat, 21 Maret 2014

Ujian Proposal ~ Rasa Nano-Nano

Jumat, 14 Maret 2014

Siang masih muda waktu itu. Malu-malu kulangkahkan kakiku menuju koridor jurusan. Di sana sudah bertengger beberapa orang teman seperguruan. Kupastikan jaketku terpasang dengan baik. Sengaja kugunakan agar pakaian hitam-putihku tak begitu mencolok. Namun sama saja, pakai jaket ataupun tidak aura seminar proposal memang sudah terbaca. Semalam Sudah kusebar sms ke mereka agar datang di seminar proposalku. Satu demi satu mereka berteriak. "Ciiieeeee, yang proposal!"



Tentu saja aku tersenyum. Eh tertawa malah, aku agak kurang pandai menahan kebahagiaan. Hari yang telah lama kutunda sebab menunggu film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck beredar di Youtube atau pun di indowebster. Niatku memang ingin menjadikan film ini sebagai objek penelitian, namun akhirnya merasa di-PHP begitu lama, sekitaran 2 bulan menunggu, aku menyerah dan beralih ke novel saja. 

Setelah dua bulan, akhirnya aku menemukan hari ini, hari bahagia namun cemas. Ini masih sebelum aku menyimpulkan bahwa seminar proposal itu rasanya seperti nano-nano.

Kenapa seperti nano-nano?
Pertama, rasa bahagia tadi. Kedua, aku terharu sebab berhasil menyita waktu sibuknya dua sahabat manisku untuk datang memberikan dukungan. Ketiga, masih galau sebab satu dari dosen pembimbingku yang juga penguji-sekaligus PA ku sendiri, Bang Sonni tak sempat hadir. 'Mitos dibela oleh dosen pembimbing saat ujian' memang jadi senjata pamungkas mahasiswa tingkat akhir di jurusanku. Baiklah, tak apa. Masih ada pembimbing yang satunya lagi, Pak Najib. Alasan keempat dan seterusnya akan sedikit panjang.

Kabarnya, Kurang dari empat dosen penguji, itu artinya tidak quorum. Ujian tidak bisa dilaksanakan. Lepas jumat, baru terlihat dua batang hidung pengujiku, pak Najib dan Pak Didi. Dua lainnya masih di jalan. 

"Batalkan sajalah ujian hari ini. Sudah terlambat berapa lama ini." Pak Didi menarik cemasku.

"Jangan, Pak." :(

Suasana diam sejenak.

"Atau saya ke pasca dulu mungkin ya, Pak Didi? nanti kalau pak Subhan sudah tiba, saya kembali ke sini lagi."

Hening lagi. 

Selang beberapa saat, Pak Subhan berkabar, katanya beliau sudah tiba di parkiran. Pak Najib batal ke pasca.

Tiga puluh menit berlalu dari jadwal yang telah ditetapkan, pak Subhan akhirnya tiba di tempat. Tiga dosen penguji berkumpul sudah.

"Bagaimana, sudah bisa dimulai, Pak?" Pak Najib membuka harap. 

"Dimulai saja pak ya? Ibu Tuti juga sudah tiba, tapi juga sedang menguji di pasca. Sebentar saya tukaran dengan beliau, karena ujian di sana juga tidak bisa dimulai kalau dalam waktu bersamaan saya dan ibu Tuti berada di sini, seharusnya kami sama-sama menguji di sana." Lanjut pak Najib.

Dengan terpaksa, ujian di mulai. Pak Najib selaku ketua panitia membuka seminar.

Aku mendapat giliran ketiga alias terakhir. Yayu tampil di awal. Lepas Yayu presetasi, Pak Najib segera memberikan pertanyaan dan masukan. Setelahnya beliau segera meninggalkan ruangan, meniatkan bertukar posisi dengan ibu Tuti. Tak lama setelah kepergian beliau, Ibu Tuti datang dengan senyum manisnya. Namun membawa luka untukku. Hikz.

Kenapaaaaa? 
Tak ada lagi yang menguatkanku. Lihatlah, aku semata wayang di sini. Tak ada dosen pembimbing.  Aku menangis layaknya anak ayam kehilangan induk. Ah bodohnya, aku tak bisa membendung air mataku. Seperti anak kecil saja. Ah bodohnyaaa, bodohnyaaaa. Sampai hari ini pun sebetulnya aku menyesali kekanakanku. Yang proposal kan saya, yang buat proposalnya  kan saya. Kenapa menangis?

Sumpah aku sedih, iya sedih  merasa terbuang, itu saja. Bukan takut tidak ada yang membela, iya sih tapi sedikit. Apa coba? Ah, bodohnyaaaa. Bukannya tegang, malah sedih. 

Yayu berlalu, Tiwi akhirnya tampil. Pak Najib belum juga muncul. Aku resah gelisa, pemirsa.
Saking tidak sabarnya, aku mengirimkan pak Najib pesan peringatan bahwa giliranku sebentar lagi. 

Tedeeeeng,,, pak Najib akhirnya datang. Semangatku pulih kembali. :)
Resahku yang tadi akhirnya berganti menjadi sedikit nervous. Untunglah keahlianku dalam urusan "dibully" dapat mencairkan suasana. Nervousku hilang. Rasanya hanya sebatas diskusi biasa saja dengan mereka. Tak ada bantai membantai selama kita menguasai. Untunglah. Bahkan tak ada pembimbing pun sebetulnya tak apa. Proposal itu kebanyakan hanya masukan dari dosen penguji. 


Oh begini toh rasanya ujian proposal. Seperti nano-nano, yah.

11 komentar:

  1. Hahaha. Serius nangis ko, Isma?

    BalasHapus
  2. Seriuska kak.. tanyamki Tiwi pas di sampingku itu hari.
    Hahahahaaa.. begoku.. -,-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hahaha. Harusnya datang ka' ke sana pergi liat!
      *padahal ada jeka' di luar :D

      Hapus
    2. Iyaaa,, padahal cewek yg di PP fbku, datang loh waktu itu kak..
      hahahaa

      Hapus
    3. Haduh....
      Salah mentoonga' XD
      Begitu memang kalau jodoh, kadang-kadang ternyata dekat mi tapi kita ndak sadar. Hahahaha
      *bikin fatwa sendiri

      Hapus
    4. ahahahaaaa..
      nd heranjka, terlalu pandaiki memang dalam karang-mengarang, sygnya nda pernahmii muncul di FLP bela.. #ehh

      bwiiih janganlah kak, adik yg di postingannya cumi-cumi' itu mau dikemanakan coba? :p

      Hapus
    5. Hahaha. Isma memang paling bisa.
      *Jagur isma*

      Hapus
  3. Oh ada ujian proposal juga ya, baru tau :)
    bisa pas gitu ya, berarti emang lagi beruntung :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. jiiaaah, itu kurang beruntung namanya.
      Tapi bagaimanapun, disyukuri saja lah.. ^^

      Hapus
  4. Ga fokus ga fokus
    tuan rumahnya cantik :P

    BalasHapus