Hampir saja aku salah satunya. Bukan
untuk merayakan, hanya sekadar ingin menikmati indahnya mekar kembang-kembang
melangit. Sore tadi sudah ada beberapa rencana pertemuan dengan teman kantor.
Nanti malam ketemu di De Sushi yah!
Rencana pertama, batal. Salah
seorang teman yang adalah pemilik traktiran kedatangan orang tuanya dari
kampung halaman. Tak ada sushi malam ini. Lalu, aku dan dua orang teman (Kak
Uniesa dan Wana) memutuskan jalan bertiga saja malam ini. Sebab sore sudah
sedemikian larut dan jelang petang, lebih baik masing-masing kami kembali untuk
bersih-bersih dan dandan cantik J.
Saat sudah siap dan sudah cantik (narsis), Wana tiba-tiba berkabar, “Kak,
sepertinya saya batal ikutan jalan malam ini, badan serasa remuk semua. Mau
istirahat saja.”
Baiklah, gagal pula rencana
kedua, sebab tak ada tempat tujuan jelas dan Wana juga membatalkan. “Mungkin
bagusnya kita ke masjid saja”, candaku pada kak Uniesa via BBM. Memang awalnya
hanya bercanda. Aku memutuskan untuk melihat-lihat saja sekeliling sambil
menikmati kembang-kembang yang bertebaran di langit, namun hati rupanya tak
menerima candaan. Aku berpaling ke masjid Raya sekitar pukul 7.30.
Langit dari sini lebih luas untuk
melihat kembang api jika mau, halaman masjid memang luas, tepat sekali jika
ingin melihat keindahan malam ini tanpa harus ke pantai losari bersesak-sesakan
dengan banyak orang. Namun bukan itu tujuanku, sudah kuputuskan untuk berdiam
di dalam masjid saja sembari tadarrusan. Mendekatkan diri pada Tuhan,
merenungkan kesalahan-kesalahan yang telah lalu, paling tidak selama setahun
dan berdoa semoga tahun depan lebih baik. Malam yang baik.
Di masjid, bbm tiba-tiba
diramaikan dengan rencana baru teman-teman kantor yang rupanya tak ada acara
malam ini. Sekitar 8 orang siap untuk bergabung, sudah kupastikan akan ikut
dengan mereka. Sudah sekitaran 2 jam aku berdiam di masjid. Sayang, Allah
selalu punya cara menjadinya semuanya terjadi begitu saja, handphone lowbat dan
kuputuskan untuk mematikan paket data. Sempat kunyalakan lagi dan kulihat cafe
Labuana adalah tempat tujuan malam ini, salah satu cafe favorit. Hanphone mati
dan kupastikan di sini saja, tak ada perayaan malam tahun baru. Insya Allah tak
ada yang lebih baik dari mendekatkan diri pada Allah, berdzikir dan berdoa.
Bukan tanpa sengaja Tuhan
membatalkan beberapa rencanaku malam ini. Tuhan menginginkanku di sini saja.
Terima kasih, Allah.
Dengan desain interior yang
terbuka, dari dalam masjid pun aku bisa melihat kialuan-kilauan kembang api
mengangkasa. Dari arah kanan, kiri, atau pun ke belakang bisa saja jika ingin
memandang ke langit. Berlama-lama di masjid tidak sepenuhnya kuhabiskan dengan
berdzikir dan tadarrusan. Sesekali berhenti dan celingak-celinguk ke langit.
Semakin lama semakin bosan melihat dan mendengarkan dentuman-dentuman yang tak
pernah berhenti. Benar-benar mubazzir.
Tak lama di dalam masjid, ada
seorang anak yang memberiku selembaran kertas berisi doa dan dzikir di akhir
tahun. Tuhan memang Maha Baik, ia memilihku untuk duduk di dalam masjid
dibanding tertawa hahahihi di luar
sana dan melupakan yang kuasa senantiasa menyaksikan. Semestinya dalam hal
apapun tak ada alasan untuk lupa pada Tuhan. Di sini, kau bisa berdzikir
sembari melihat kembang api bertaburan. Ingin sekali kupanggil teman-temanku,
sayang kalian sedang bersenang-senang.
Beberapa jam berlalu masjid sepi,
hanya aku dan tiga orang perempuan lainnya bersama beberapa orang lelaki masih
kerasan di dalam masjid. Tak lama, sekitaran pukul 11, kuputuskan untuk pulang.
Kuraih tas dan bergegas ke toilet sebelum pergi. Loh, kenapa kok orang-orang mulai
meramai? Mungkin semacam acara dzikiran bersama, pikirku. Kuambil kembali air
wudhu dan memutuskan masuk masjid kembali. Benar saja, makin lama orang-orang
semakin banyak. Makin berkabut pula pandang dalam masjid, rupanya asap kembang
api sudah merajalela di mana-mana. Kudengar sirine berlalu, entah sirine
ambulance atau pemadam kebakaran, apapun yang terjadi di luar sana, semoga
semua baik-baik saja.
Pemandangan yang benar-benar
paradoks. Melihat ke arah depan orang-orang berdzikir dan shalat tepat detik-detik
pergantian tahun, sementara di luar sana dentuman terdengar sambung menyambung
dan tiada henti serta pemandangan merah kuning hijau yang tiada habisnya.
Berlangsung lumayan lama. Ah, betapa sering aku melupakan Tuhanku, dan betapa
orang yang di luar sana saat ini sedang bereuforia dengan minuman keras,
kembang api, dan belum lagi berita meningkatnya penjualan kondom di mana-mana –
sudah kupastikan kebanyakan lupa pada Tuhan. Ada orang, yang fisiknya sempurna
untuk beribadah namun jarang sekali ia gunakan untuk beribadah, sementara di
depan sana, tepat segaris dengan tempatku terpekur, aku menitikkan air mata melihat
seorang lelaki berketerbatasan mental dan fisik sedang shalat sunnah
berulang-ulang. Masya Allah, betapapun fisiknya dengan gerakan terseok-seok
serta tak mampu berbicara dengan baik ia masih sempurna mengingatMu. Sementara
kami? Selalu saja luput padaMu. Ampuni kami.
Terima kasih, Allah. Telah
membatalkan rencana-rencanaku malam ini. Terima kasih mengajakku merenung.
Aku pulang tepat saat kembang api
sedekit mereda dan orang-orang perjalanan pulang ke rumah. 12. 53 WITA.
Duh, Isma. Keren betul malam tahun baruanmu. Aku tahun baruan di cafe milik temanku. Yah, kau taulah tiduran saja kerjaku. Bangun ketika ikan sudah selesai dibakar lalu tidur lagi setelah ikan itu kusantap satu-satu. Haha.
BalasHapusSelamat tahun baru, Isma. Semoga tahun ini menjadi tahun yang baik buat kita :)
Bangun dan makan ikannya lalu tidur lagi kah? ahahahahha
HapusAamiin, insya Allah akan kak. :)