Jumat, 01 Januari 2016

New Year Eve (2016), Masjid Raya dan Kembang Raya Semalaman

Sejak petang dimulai, euforia beriring. Petasan dan kembang api berdentum dimana-mana. Nampaknya semua orang sedang merayakan malam pergantian tahun.

Hampir saja aku salah satunya. Bukan untuk merayakan, hanya sekadar ingin menikmati indahnya mekar kembang-kembang melangit. Sore tadi sudah ada beberapa rencana pertemuan dengan teman kantor. Nanti malam ketemu di De Sushi yah!

Rencana pertama, batal. Salah seorang teman yang adalah pemilik traktiran kedatangan orang tuanya dari kampung halaman. Tak ada sushi malam ini. Lalu, aku dan dua orang teman (Kak Uniesa dan Wana) memutuskan jalan bertiga saja malam ini. Sebab sore sudah sedemikian larut dan jelang petang, lebih baik masing-masing kami kembali untuk bersih-bersih dan dandan cantik J. Saat sudah siap dan sudah cantik (narsis), Wana tiba-tiba berkabar, “Kak, sepertinya saya batal ikutan jalan malam ini, badan serasa remuk semua. Mau istirahat saja.”

Baiklah, gagal pula rencana kedua, sebab tak ada tempat tujuan jelas dan Wana juga membatalkan. “Mungkin bagusnya kita ke masjid saja”, candaku pada kak Uniesa via BBM. Memang awalnya hanya bercanda. Aku memutuskan untuk melihat-lihat saja sekeliling sambil menikmati kembang-kembang yang bertebaran di langit, namun hati rupanya tak menerima candaan. Aku berpaling ke masjid Raya sekitar pukul 7.30.

Langit dari sini lebih luas untuk melihat kembang api jika mau, halaman masjid memang luas, tepat sekali jika ingin melihat keindahan malam ini tanpa harus ke pantai losari bersesak-sesakan dengan banyak orang. Namun bukan itu tujuanku, sudah kuputuskan untuk berdiam di dalam masjid saja sembari tadarrusan. Mendekatkan diri pada Tuhan, merenungkan kesalahan-kesalahan yang telah lalu, paling tidak selama setahun dan berdoa semoga tahun depan lebih baik. Malam yang baik.
Di masjid, bbm tiba-tiba diramaikan dengan rencana baru teman-teman kantor yang rupanya tak ada acara malam ini. Sekitar 8 orang siap untuk bergabung, sudah kupastikan akan ikut dengan mereka. Sudah sekitaran 2 jam aku  berdiam di masjid. Sayang, Allah selalu punya cara menjadinya semuanya terjadi begitu saja, handphone lowbat dan kuputuskan untuk mematikan paket data. Sempat kunyalakan lagi dan kulihat cafe Labuana adalah tempat tujuan malam ini, salah satu cafe favorit. Hanphone mati dan kupastikan di sini saja, tak ada perayaan malam tahun baru. Insya Allah tak ada yang lebih baik dari mendekatkan diri pada Allah, berdzikir dan berdoa.

Bukan tanpa sengaja Tuhan membatalkan beberapa rencanaku malam ini. Tuhan menginginkanku di sini saja.

Terima kasih, Allah.
Dengan desain interior yang terbuka, dari dalam masjid pun aku bisa melihat kialuan-kilauan kembang api mengangkasa. Dari arah kanan, kiri, atau pun ke belakang bisa saja jika ingin memandang ke langit. Berlama-lama di masjid tidak sepenuhnya kuhabiskan dengan berdzikir dan tadarrusan. Sesekali berhenti dan celingak-celinguk ke langit. Semakin lama semakin bosan melihat dan mendengarkan dentuman-dentuman yang tak pernah berhenti. Benar-benar mubazzir.

Tak lama di dalam masjid, ada seorang anak yang memberiku selembaran kertas berisi doa dan dzikir di akhir tahun. Tuhan memang Maha Baik, ia memilihku untuk duduk di dalam masjid dibanding tertawa hahahihi di luar sana dan melupakan yang kuasa senantiasa menyaksikan. Semestinya dalam hal apapun tak ada alasan untuk lupa pada Tuhan. Di sini, kau bisa berdzikir sembari melihat kembang api bertaburan. Ingin sekali kupanggil teman-temanku, sayang kalian sedang bersenang-senang.

Beberapa jam berlalu masjid sepi, hanya aku dan tiga orang perempuan lainnya bersama beberapa orang lelaki masih kerasan di dalam masjid. Tak lama, sekitaran pukul 11, kuputuskan untuk pulang. Kuraih tas dan bergegas ke toilet sebelum pergi. Loh, kenapa kok orang-orang mulai meramai? Mungkin semacam acara dzikiran bersama, pikirku. Kuambil kembali air wudhu dan memutuskan masuk masjid kembali. Benar saja, makin lama orang-orang semakin banyak. Makin berkabut pula pandang dalam masjid, rupanya asap kembang api sudah merajalela di mana-mana. Kudengar sirine berlalu, entah sirine ambulance atau pemadam kebakaran, apapun yang terjadi di luar sana, semoga semua baik-baik saja.

Pemandangan yang benar-benar paradoks. Melihat ke arah depan orang-orang berdzikir dan shalat tepat detik-detik pergantian tahun, sementara di luar sana dentuman terdengar sambung menyambung dan tiada henti serta pemandangan merah kuning hijau yang tiada habisnya. Berlangsung lumayan lama. Ah, betapa sering aku melupakan Tuhanku, dan betapa orang yang di luar sana saat ini sedang bereuforia dengan minuman keras, kembang api, dan belum lagi berita meningkatnya penjualan kondom di mana-mana – sudah kupastikan kebanyakan lupa pada Tuhan. Ada orang, yang fisiknya sempurna untuk beribadah namun jarang sekali ia gunakan untuk beribadah, sementara di depan sana, tepat segaris dengan tempatku terpekur, aku menitikkan air mata melihat seorang lelaki berketerbatasan mental dan fisik sedang shalat sunnah berulang-ulang. Masya Allah, betapapun fisiknya dengan gerakan terseok-seok serta tak mampu berbicara dengan baik ia masih sempurna mengingatMu. Sementara kami? Selalu saja luput padaMu. Ampuni kami.

Terima kasih, Allah. Telah membatalkan rencana-rencanaku malam ini. Terima kasih mengajakku merenung.

Aku pulang tepat saat kembang api sedekit mereda dan orang-orang perjalanan pulang ke rumah. 12. 53 WITA.

2 komentar:

  1. Duh, Isma. Keren betul malam tahun baruanmu. Aku tahun baruan di cafe milik temanku. Yah, kau taulah tiduran saja kerjaku. Bangun ketika ikan sudah selesai dibakar lalu tidur lagi setelah ikan itu kusantap satu-satu. Haha.

    Selamat tahun baru, Isma. Semoga tahun ini menjadi tahun yang baik buat kita :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bangun dan makan ikannya lalu tidur lagi kah? ahahahahha

      Aamiin, insya Allah akan kak. :)

      Hapus