Kamis, 12 Desember 2013

Wasiat Mahasiswa Tingkat Akhir

Dan saya merasa penting untuk menuliskan ini.
Anggap saja ini surat wasiat buat para mahasiswa tingkat akhir, yang mungkin juga wasiat buat diri saya sendiri.

Akan kuceritakan sedikit mengapa akhirnya menuliskan wasiat ini.
Beberapa hari lalu, kertas judul yang kuceritakan tempo hari sudah kembali ke empunya. Perkiraanku sedikit melenceng. Kupikir tidak ada judul yang akan menarik perhatianku. Ternyata "ada".
Judul yang kumaksudkan sebenarnya sudah kuberikan tanda centang, dan itu bisa diteliti dengan metode kualitatif. Dan memang itu yang kuharapkan. Itu artinya akan kukonsultasikan lagi pada dosen mata kuliah MPK.

Namun ada hal yang sesungguhnya membuat saya takut. Sudah kutargetkan untuk menyelesaikan studi pada bulan Maret 2014. Di satu sisi, penelitian yang kuinginkan adalah penelitian kualitatif yang memakan waktu sedikit lama dibandingkan penelitian kuantitatif. Akhirnya saya sedikit ragu dengan Maret. Sebenarnya mudah saja jika ingin penelitian yang pengerjaannya lebih cepat. Ambil saja penelitian kuantitatif. "Jangan susah kayak orang kampung" begitu versi Mimin ooo.
Untuk beberapa hal saya sudah terdoktrin untuk tidak melakukannya setengah2. Sebelum bertemu dengan dosen MPK, saya berniat untuk menunjukkan 8 judul yang diloloskan pak Mursalim pada kak Riza, senior sekaligus asisten dosen yang ilmunya tentu bisa diandalkan. Karena sebuah keberuntungan dan memang semesta sedang mendukung, semalam saya dan beberapa orang ditraktir kak Kudra, salah satu senior di Kosmik juga dan disanalah kesempatanku untuk berdikusi dengan kak Riza. Lalu kusodorkan kertas judulku.

Tanpa berpikir lama, ia menunjuk salah satu judul. "Yang ini menarik," begitu katanya, sembari menunjukkan judul yang ia maksudkan. Benar saja, judul yang dipilihnya sama dengan judul yang saya centang. Tibalah kami pada perbincangan yang sedikit lebih serius.
"Kak, ini masuk kualitatif kan?"
"Iya, itu bisa dua-duanya. Tapi kalau kau mau hasilnya lebih mendalam, mending kualitatif."
"saya memang maunya yang kualitatif, kak."
"iya, jadi kau bisa teliti ini,ini, dan ininya, (disensor dulu)"
"Wah sepertinya agak berat dan butuh waktu yang lama."
"Tapi kalau kau mau ambil ini judul, kau mesti komitmen untuk sungguh-sungguh, soalnya banyak seniormu yang minta saran. Dikasimii yang bagus-bagus, tapi ujung-ujungnya mau yang gampang.
"Kira-kira berapa lama waktu yang akan saya habiskan untuk menyelesaikannya, kak?"
"Yah, paling tidak tiga bulan lah."
"Astagfirullah, berarti target bulan Maret tidak bisa dong kak kalo begitu."
Dengan nada sedikit lebih tinggi, "ya sudah kalau kau mau yang gampang, nda usah ambil kualitatif. Ambil kuantitatif saja. Lagian apa mau kau kejar sampai terburu-buru sekali. Katanya mau yang bagus, tidak mau setengah-setengah menyelesaikan tugas akhir, tapi mengeluh. Hasil yang bagus itu tidak akan dicapai kalau terburu-buru."
:( beberapa detik saya terdiam seribu bahasa. Baiklah kak, kalau begitu saya butuh untuk merenung memantapkan pilihan, dan tentunya kalau itu jadi, saya butuh bimbingannya kak Riza."

Kembalilah saya ke kosan dengan pikiran berkecamuk. Berharap selalu yang terbaik pastinya. Dengan kondisi tubuh sedikit lelah, kusempatkan membuka Facebook untuk mengekspresikan kegalauan.

Setelahnya, berbenah kemudian berbaring sembari nge-google. Sedikit membaca artikel mengenai opinion leader namun akhirnya tertidur lebih awal.

Lalu dini hari, tiba-tiba saya terjaga. jam di handphone menunjuk angka 4. Sebaiknya bangun saja. Masih sempat untuk tahajjud. Manusia memang licik dan kadang tak pandai bersyukur, di saat senang, bahagia, sejahtera, damai sentosa, melirik yang di atas kadang hanya sesekali. Giliran dapat ujian, galau, ataupun semacamnya, baru memohon-mohon sama Allah. Nauzubillah.
Ingatkan jika kami luput.

Jangan sampai terlupa, kawan. Bahkan yang memberikan jalan untuk mendapatkan judul itu Allah, menentukan pilihanmu juga Allah, memantapkan hatimu pun Allah, bahkan yang membolak balikkannya kelak juga Allah.
Jika tidak bersyukur, Allah bisa membuatmu bertahun-tahun di kampus. sekuat apapun kerja keras dan keinginanmu, sukses tidaknya tetap Allah yang menentukan. Bahkan saat jadwal ujianmu sudah ada pun Allah bisa membuatnya batal. Jangan takabur. 

Namun juga satu hal yang pasti dan perlu dipikirkan oleh setiap mahasiswa, selesai paling cepat itu tidak menentukan kualitas. Demikian juga selesai terlalu lama, tidak ada yang bisa menjamin kualitasnya. Maka jangan terpaku pada waktu. Lalu ini menjadi wasiat paling utama untuk diri saya pribadi.

Tadi juga saya sempat membuka facebook sebelum akhirnya menuliskan ini.
Dan saya menemukan status dari kak Fitrawan Umar,

Waktu adalah uang, kata banyak orang.
Tapi, waktu juga adalah ruang, kata Aan Mansyur, penyair Makassar. Dalam setiap gerakan waktu, sehendaknya kita memberi kesempatan kepada diri sendiri untuk melakukan banyak hal: merenung, berpikir, diam atau sekadar menikmati lambatnya waktu berlalu, misalnya.

Kita melihat banyak orang yang sudah tak kuasa dengan waktu. Mereka seolah bekerja atas perintah waktu. Maka, lihat-lah banyak yang kebut-kebutan di jalan. Banyak yang ingin kaya singkat (lucunya ada yang menjanjikan 2 menit saja-tanpa modal pula!), banyak yang ingin populer secara instan dengan mengorbankan uang yang tak sedikit, banyak yang ingin jadi anggota perwakilan rakyat tiba-tiba, dan lain-lain semacamnya.

Kita seolah hidup dalam dunia ketergesa-gesaan.

"Tergesah-gesah adalah perbuatan setan," kata banyak uztad. Baik uztad "cinta", uztad "kasih sayang", uztad "PHP", ataupun uztad "Pancasila Lima Dasar" kalau ada, semua sepakat.
 
 Buah yang matang di pohon tentu jauh lebih baik dari buah yang dikarbit.

Semua ada waktunya.

Prinsip ini barangkali cocok untuk banyak hal: cinta, kuliah , dan karya!



Setelahnya, mari kita sama-sama merenung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar