Pertama kali mendengar nama Forum Lingkar Pena, entah apa yang membuatku merasa tertarik dengan namanya. Keren saja menurutku. Forum. Lingkar. Pena. Serasa kita berada di dalam sebuah garis membentuk lingkaran, dan kita satu. Kita keren. iya kan? tidak seperti nama organisasi atau lembaga kebanyakan bukan? Dari namanya saja sudah nyastra. Bagaimana orang-orangnya yaa? tentu saja bergelut, belajar, dan mengolah sastra. Sama saja, sebutannya juga nyastra, meskipun banyak yang hanya sok nyastra. bisa jadi, aku adalah salah satunya.
Memang, Saat pertama kali kudengar nama organisasi ini, sudah kuancang-ancang untuk menjadi bagian di dalamnya saat kuliah nanti. Saat itu, aku masih duduk di bangku kelas tiga SMA. Kudengar pertama kali dari sepupuku yang kebetulan Ketua Forum Lingkar Pena ranting Unhas saat itu.
Awalnya, aku tak banyak menulis sebelum berkenalan dengan FLP (begitu singkatannya). juga sebelum duduk di bangku kuliah. ngomong2 tentang kuliah, sebenarnya tak punya banyak gambaran tentang kuliah di komunikasi itu seperti apa. Dan disinilah ternyata awal aku mengenal tulisan. Bukan, ini bukan zaman pra sejarah. Ini tentang sejarah isma banyak bersahabat dengan tulisan-tulisan. Entah memang karena jurusanku adalah jurusan komunikasi yang lekat dengan dunia jurnalistik atau tulis menulis, atau memang masa kuliah adalah masa dimana semuanya menarik untuk dituliskan. entahlah, mungkin keduanya.
Memang, Saat pertama kali kudengar nama organisasi ini, sudah kuancang-ancang untuk menjadi bagian di dalamnya saat kuliah nanti. Saat itu, aku masih duduk di bangku kelas tiga SMA. Kudengar pertama kali dari sepupuku yang kebetulan Ketua Forum Lingkar Pena ranting Unhas saat itu.
Awalnya, aku tak banyak menulis sebelum berkenalan dengan FLP (begitu singkatannya). juga sebelum duduk di bangku kuliah. ngomong2 tentang kuliah, sebenarnya tak punya banyak gambaran tentang kuliah di komunikasi itu seperti apa. Dan disinilah ternyata awal aku mengenal tulisan. Bukan, ini bukan zaman pra sejarah. Ini tentang sejarah isma banyak bersahabat dengan tulisan-tulisan. Entah memang karena jurusanku adalah jurusan komunikasi yang lekat dengan dunia jurnalistik atau tulis menulis, atau memang masa kuliah adalah masa dimana semuanya menarik untuk dituliskan. entahlah, mungkin keduanya.
Tapi jangan salah, perkenalanku dengan FLP pada 2-3 Desember 2010 di pesantren Ummul Mukminin, ternyata memiliki peran besar terhadap persahabatanku dengan dunia menulis. Paling tidak, dulu hampir setiap hari aku menulis (dan sekarang entah mengapa tak serajin itu lagi). Namun ini tidak berarti kami melupakan persahabatan kami, hanya saja kesibukan selalu menjadi alasan. Padahal tak seharusnya aku dan kesibukan saling menyalahkan. sudahlah.
Saling melengkapi rasanya. Komunikasi dan FLP saling mendukung satu sama lain. Meskipun tak dirasakan oleh teman-temanku, karena mereka bukanlah anak FLP, mereka hanya tak tahu betapa indah persaudaraan kita di FLP, tapi tenanglah, Kosmik pun indah. Karena kembali lagi, setiap orang tak perlu masuk ke rumah orang lain untuk bahagia hanya karna mendengar cerita seseorang bahwa disana membahagiakan. namun, bagaimana mereka menemukan rumah mereka sendiri untuk berbahagia bersama keluarga kecilnya.
Begitulah yang kurasakan di FLP, keluarga kecil Unhas, kemudian yang lebih besar ketika bertemu dengan teman2 FLP di Makassar, luar Makassar, se-sulsel, bahkan se-Indonesia. meksipun selama bergabung disini, "Rumah" itu hanya imaji. Tak ada rumah dalam bentuk gedung tempat kami berkumpul secara rutin, namun kita disatukan oleh rumpun yang sama. Persaudaraan.
Begitulah yang kurasakan di FLP, keluarga kecil Unhas, kemudian yang lebih besar ketika bertemu dengan teman2 FLP di Makassar, luar Makassar, se-sulsel, bahkan se-Indonesia. meksipun selama bergabung disini, "Rumah" itu hanya imaji. Tak ada rumah dalam bentuk gedung tempat kami berkumpul secara rutin, namun kita disatukan oleh rumpun yang sama. Persaudaraan.
Kalau kamu adalah anak FLP yang aktif, kamu tidak akan rela untuk lepas darinya. Setuju?
FLP mengajarkanku banyak hal. Teringat tiga tahun yang lalu di Training of Recruitment di pesantren Ummul Mukminin. Sekitar 30an lebih peserta saat itu. Di sanalah aku paham ternyata FLP itu organisasi dengan nafas Islam yang kuat. Tapi saat itu aku malah minder, dari sekian peserta wanita, hanya ada beberapa orang yang tidak berpenampilan muslimah. aku salah seorang di antaranya. penampilan muslimah yang kumaksud adalah berpakaian rapi dengan rok dan jilbab yang agak panjang, sementara saat itu selama tiga hari TOR aku mengenakan jeans.
Lama kelamaan aku mulai terbiasa dengan FLP, kuikuti setiap kegiatannya. Kabar baiknya lagi, gaya berpakaianku perlahan mulai berubah, yang tadinya mengenakan rok bukanlah kebiasaankuana, sekarang malah merasa aneh dan risih dengan jeans. Meskipun awalnya kumulai memakai rok hanya karena ingin menyesuaikan suasana jika berkumpul dengan anggota FLP yang lain, tapi semakin lama aku semakin terbiasa dengan itu.
Untuk mencintai FLP, ternyata tanpa sadar aku memperhatikan apa yang seharusnya diperlihatkan oleh anggota FLP. FLP yang bernuansa Islam memang seharusnya memperlihatkan auranya (bukan auratnya loh ya). Meskipun kusadari aku belum seperti muslimah yang seharusnya, setidaknya sedikit demi sedikit aku mulai menyesuaikan.
Jika, belum jenuh kuceritakan lagi tentang FLP. Tapi melalu gambar.
Lama kelamaan aku mulai terbiasa dengan FLP, kuikuti setiap kegiatannya. Kabar baiknya lagi, gaya berpakaianku perlahan mulai berubah, yang tadinya mengenakan rok bukanlah kebiasaankuana, sekarang malah merasa aneh dan risih dengan jeans. Meskipun awalnya kumulai memakai rok hanya karena ingin menyesuaikan suasana jika berkumpul dengan anggota FLP yang lain, tapi semakin lama aku semakin terbiasa dengan itu.
Untuk mencintai FLP, ternyata tanpa sadar aku memperhatikan apa yang seharusnya diperlihatkan oleh anggota FLP. FLP yang bernuansa Islam memang seharusnya memperlihatkan auranya (bukan auratnya loh ya). Meskipun kusadari aku belum seperti muslimah yang seharusnya, setidaknya sedikit demi sedikit aku mulai menyesuaikan.
Jika, belum jenuh kuceritakan lagi tentang FLP. Tapi melalu gambar.
Foto bersama Bunda Helvy Tiana Rosa-salah satu dari tiga pendiri FLP |
Ini di acara Pertemuan Pengarang Indonesia. Kurang lebih 100 Penulis hadir di acara ini, dan aku menjadi salah satu volunteer |
Kang Abik dan Mas Azam (Munas III FLP) |
Ahahaha, sebenarnya ingin kuposting beberapa foto lagi, hanya saja
keterbatasan jaringan. yang jelas masih sangat banyak selain mereka. Trima kasih Forum-Lingkr-Pena :D
Good pace.
BalasHapus