Nurani, kami di jalan. 22 Nov 2013
Rasanya belum setengah perjalanan. Pick up yang akan mengantarkan kami ke sebuah desa kecil kelahiran kami, "Great10" di Kosmik, berjalan beriringan dengan senja di ufuk. Tak begitu laju, juga tak lambat. Saya dan Tiwi duduk di jok depan, mendampingi Ikbal yang sedang menyetir. Kak Paris sepertinya kesepian di bagian belakang. Hanya berteman barang-barang bawaan peserta NURANI. Sembari menikmati senja, perjalanan kami dihidupkan dengan percakapan-percakapan ringan yang akhirnya berujung curhat. Siapa yang bisa terlepas dari satu hal ini.
Di ujung senja, kami baru saja memasuki perbatasan Pangkep-Barru. Rasanya tidak sabar ingin bertemu Paccekke. Apa kabar kamu? Kamu masih ingat tiga tahun lalu? Disana pernah ada canda, tawa, senja, hujan, dia, kamu, kita, mereka, dan juga air mata. Entah satu hal itu, rasanya begitu sering terjadi setiap kali berkegiatan di luar kampus. Kosmik sepertinya begitu melo. Entah, atau mungkin saya saja yang selalu dapat moment haru?
Paccekke, here we are.
Tak ada yang berbeda dari tiga tahun lalu, disini masih lekukan gunung yang kemarin, masih lapangan luas dengan tugunya yang sama, gedung PNPM pun tidak berubah, bahkan masih berserak kotoran sapi disini. Bedanya, dulu saya adik, sekarang saya kakak dengan tiga adik.