Namanya Avrina Priyanka. Parasnya yang mengadobsi jelita cloepatra ini kerap kali mengundang kedipan sebelah mata para lelaki yang melintas di depan rumah kami, terkadang diiringi dengan siulan dan tentu saja dengan bumbu senyuman manis mereka. setidaknya hal itu bisa membuat Avrina tersenyum.
Sepanjang hari dihabiskannya di teras rumah ditemani buku diary dan sebatang pulpen,. Hampir tiap bulan diarynya berganti karena saking seringnya dia isi dengan luapan hati dan pikirannya. Entah apa yang selalu iya tulis, aku tak pernah berani menanyakannya karna aku tahu itu pasti sangat pribadi.
Usianya sama denganku, 18 tahun. Sayang sekali dia tak pernah mengecap bangku sekolah formal. Ibunya meninggal sejak dia dilahirkan. Sedangkan ayahnya meninggal karna kecelakaan saat ibunya masih mengandung dirinya. Avrina terlahir premature. Kedua kakinya bengkok dan sangat kurus. Kedua tangannya pun demikian. Namun tangannya lebih bisa bergerak bebas dibandingkan kakinya, sehingga iya harus selalu duduk di atas roda. Pernah suatu ketika ibuku memasukkannya ke sekolah khusus untuk anak cacat, tapi ibu kasian dengannya jika harus meninggalkannya di sana. Untuk mengantar dan menjemputpun ibu tak ada waktu, pekerjaannya menyita waktunya kadang sampai larut malam. Karna itu ibu memanggil terapis untuk Avrina. Dan akhirnya Avrina bisa menulis dengan baik. Hanya saja avrina bosan dengan terapi itu, karna menurutnya tak mungkin cacatnya disembuhkan, kedua kakinya tak mungkin diluruskan kembali.