Benarkah bahwa negeri kita tidak hanya kaya dengan sumber daya alam melainkan juga sumber daya manusia? Iya jawabnya. Meskipun kita masih bertanya, apa bukti nyata dari kekayaan sumber daya manusia negeri kita. Dan ini memang masih sangat pantas untuk kita pertanyakan. Mengapa ? karena sampai saat ini, kita masih tetap berada dalam posisi negara berkembang. Mengapa harus selalu “berkembang”? Kapan bangsa kita bisa dikatakan maju? Dan taukah kita apa penyebab dari hal ini? Bukan karena Indonesia bodoh , namun karena wadah pendidikan di negeri kita yang belum memadai. Buktinya banyak anak bangsa yg memiliki prestasi tak kalah dengan negara-negara maju di luar sana. Dapat kita amati dengan melihat data prestasi anak bangsa di bawah ini.
Melihat Indonesia secara saksama bukanlah melihat segelintir manusia yang hidup di samping pematang sawah, tetapi melihat Indonesia seperti melirik bagian terbesar di dunia ini. Kita mungkin terpinggirkan dengan berita buruk dari negeri ini dan lupa membuka mata atas prestasi anak negeri. Sebut saja habibie seorang perancang pesawat terhebat yang pernah dimiliki negeri ini. Siapa lagi yang lain?. Kita tidak tahu bukan. Padahal apakah kita tahu bahwa ternyata itu baru daun lama yang sudah hamper gugur. Masih banyak tunas-tunas mudah yang ingin tumbuh menjadi pucuk unggul sebagai stek peradaban.
Ada Masruri Rahman (SMPN 78 Jakarta) yang meraih medali emas 5th World School Chess Championship Greece di Yunani. Muhammad Kautsar, Dian Sartika Sari, Dhicha Putri Maharani, dan Hidayu Permata Hadi (SMAN 6 Yogyakarta): Meraih medali emas dalam kompetisi sains di International Conference of Young Scientist untuk kategori bidang lingkungan. Penelitian mereka tentang potensi biji mahogany sebagai bahan bakar alternatif dan obat nyamuk. Begitu pun Indonesia Raih Empat Emas di Olimpiade Astronomi 2008
Dua Tim Indonesia meraih empat medali emas, tiga perak dan dua perunggu pada International Olympiad Astronomy & Astrophysic (IOAA) ke-2 Tahun 2008 yang ditutup di Sasana Budaya Ganesa ITB Kota Bandung. Dan yang lebih menakjubkan lagi Indonesia hamper menaklukkan dunia setelah meraih prestasi sebagai pesaing china dalam kompetisi sains tingkat dunia. Dan masih banyak lagi prestasi naka negeri yang tak mungkin ditulis dalam selembar kertas.
Dua Tim Indonesia meraih empat medali emas, tiga perak dan dua perunggu pada International Olympiad Astronomy & Astrophysic (IOAA) ke-2 Tahun 2008 yang ditutup di Sasana Budaya Ganesa ITB Kota Bandung. Dan yang lebih menakjubkan lagi Indonesia hamper menaklukkan dunia setelah meraih prestasi sebagai pesaing china dalam kompetisi sains tingkat dunia. Dan masih banyak lagi prestasi naka negeri yang tak mungkin ditulis dalam selembar kertas.
Sekali lagi kita harus yakin dan menegaskan bahwa Indonesia bukannya bodoh, bahkan dapat kita katakan anak anak Indonesia adalah anak yang jenius. Namun , pernahkah kita menyadari bahwa kejeniusan anak Indonesia itu sendiri pada akhirnya tidak ia gunakan di negerinya sendiri. Mungkin kita perlu merenung sejenak , mengapa hal ini bisa terjadi?
Pendidikan di negara maju memang didukung dengan fasilitas teknologi informasi yang memadai, SDM yang lebih profesional, dana lebih longgar, dan segala sesuatu yang lebih memadai dibanding negara berkembang dan terbelakang. Dengan kriteria seperti itu, dalam setengah abad ke depan pun hampir tidak mungkin perguruan tinggi dan sekolah di negara berkembang bisa berada pada puncak tangga, apalagi di negara terbelakang, sebut saja Indonesia.
Itulah sebabnya mengapa anak-anak bangsa banyak yang melanjutkan pendidikannya di negara-negara maju, dan pada akhirnya mereka pun akan mengabdikan diri di negara tempat mereka mengenyam pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga negara maju akan semakin maju, dan negara berkembang pun akan tetap berkembang dan tidak akan pernah maju. Karena manusia-manusia yang ada di dalamnya lari meninggalkan tanah airnya untuk menuntut ilmu dan bekerja di negara-negara maju tentunya. Dan ini bukan salah mereka, ini adalah keterbatasan dari negara kita.
Ilustrasi konkretnya mari kita lihat publikasi mutakhir CYNDOC edisi 27 Januari 2009. Dalam publikasi ini sepuluh perguruan tinggi yang paling baik (the best ten) semuanya berkiprah di AS, yaitu Massachusetts Institute of Technology (ke-1), Stanford University (ke-2), Harvard University (ke-3), University of California Berkeley (ke-4), Cornell University (ke-5), University of Michigan (ke-6), California Institute of Tecnology (ke-7), University of Minnesota (ke-8), University of Illinois Urbana Champaign (ke-9), dan University of Texas Austin (ke-10).
Bukankah ini dapat kita simpulkan bahwa memang pendidikan di Indonesia masih sangat jauh dibawah Negara-negara maju di dunia dalam pendidikan. Melihat keterbatasan itu, saya kira wajar jika kita sebagai anak Indonesia melanjutkan pendidikan di negara-negara maju. Karena memang Indonesia masih belum bisa menyaingi Negara-negara maju.
Ada banyak fakta yang menunjukkan keberhasilan anak Indonesia di negeri orang dan tentunya kita patut bangga dengan ini. Dibanding jumlah penduduk yang menurut data Badan Pusat Statistik mencapai 231 juta orang, anak bangsa yang sukses bersaing di pentas global memang ibarat sebuah noktah. Toh, kiprah mereka di kancah internasional menunjukkan bahwa sejatinya kemampuan sumber daya manusia kita tidak kalah dari bangsa lain. Pasalnya, mereka bukan sekadar bekerja. Mereka memegang posisi strategis, tokoh kunci, dan decision maker di perusahaan papan atas, perguruan tinggi ataupun lembaga riset prestisius. Mereka telah menjadi bagian dari pusaran eksekutif global yang berkarier melintasi batas-batas negara.
Andreas Raharso, misalnya. Lulusan program doktor bidang Manajemen dari Universitas Indonesia ini tercatat sebagai orang Asia pertama yang menduduki posisi CEO The Hay Group Global Bidang Riset dan Pengembangan yang berkantor di Singapura. Tak kalah bersinar, Antonius Barry Aryanasvara, yang saat ini petinggi di GE Energy Asia Tenggara sebagai Direktur Industrial Solution. Sementara itu, Ilham Arief Bachtiar menduduki posisi Manajer Test/Defect di Nokia Siemens Networks Malaysia.
Di ranah yang berbeda, prestasi Yanuar Nugroho membuat kita terkagum-kagum. Kelahiran Januari 1972 ini meraih penghargaan sebagai Staf Akademisi Terbaik 2009 di Universitas Manchester, Inggris, almamaternya saat ia merampungkan program Ph.D. Saat ini Yanuar tercatat sebagai Research Associate Manchester Institute of Innovation Research (MIOIR), Manchester Business School (MBS), University of Menchester. MBS adalah sekolah bisnis terbesar di Inggris. Program Ph.D di MBS nomor satu di dunia tahun 2008 dan 2009 berdasarkan penilaian Financial Times. Sementara MIOIR adalah institut kajian inovasi terbesar di Inggris.
Yang juga mengesankan kiprah Ismail Fahmi. Team Leader/Senior Application Developer Digital Library Department University Library of Groningen, Belanda ini bertugas mendesain aplikasi Web dan mengimplementasikannya.
Sebenarnya, tak sedikit profesional asal Indonesia yang selama puluhan tahun sudah berkiprah di luar negeri. Tenaga dan pemikirannya banyak dipakai institusi dunia. Dalam catatan Direktur PT Amrop Indonesia, Pri Notowidigdo, tren yang semakin mengglobal saat ini sangat memungkinkan para profesional muda di negara ini untuk berkiprah di luar negeri. Tak sekadar mencari pengalaman, mereka memang melihat potensi yang lebih besar untuk belajar, mencoba hal-hal baru, dan memacu diri untuk bisa berkembang secara pribadi.
Berkarier di luar negeri, terutama di negara maju, sering kali juga menambah nilai positif dalam perjalanan karier selanjutnya. Banyak di antara eksekutif yang mempunyai pengalaman kerja di luar negeri, setelah pulang kandang, memperoleh kedudukan yang mapan dan kariernya melejit dengan pesat. Karena itu, bekerja di luar negeri merupakan salah satu strategi karier yang layak dipertimbangkan.
Tak hanya profesional, peneliti dan akademisi kita juga banyak yang bersinar di luar negeri. Iwan Jaya Azis boleh jadi sedikit dari orang Indonesia yang mampu menunjukkan kehebatannya dengan menjadi Guru Besar Cornell University. Begitu juga dengan Dr. Etin Anwar yang berkibar sebagai Associate Professor dan mengajar di Hobart & William Smith Colleges Geneva, New York. Ibu dari tiga anak yang menyelesaikan S-1 di IAIN Bandung ini dikenal memiliki kompetensi besar di bidang Islam dan keterkaitannya dengan permasalahan gender.
Itu juga hanya sebagian kecil dari sekian banyak anak Indonesia yang berhasil meniti karirnya diluar negeri. Sehingga dapat kita simpulkan, bahwa bangsa Indonesia itu cerdas, namun karena ketidak seriusan Indonesia dalam mewadahi pendidikan generasinya yang berprestasi maka banyak diantara mereka yang harus keluar negeri mengejar dan mempermantap ilmunya di sana.
Yang disesalkan saat ini, mengapa bangsa yang besar ini tidak mampu mengimbangi kemampuan anak negeri ini. Mengapa disaat peneliti Indonesia yang berkiprah di luar negeri merasa tak tercelup dalam Pentas menyukseskan Indonesia. Seperti yang disesalkan oleh seorang peneliti disaat perusahaan dunia berusaha menggaitnya, maka tak satupun seorang tertinggi dari bangsa ini yang meliriknya. Mungkinkah bangsa ini masih goyah dengan tujuannnya, tak jelas arah strategis apa yang di tempuh.
Sedikit wadah untuk orang berprestasi di negeri ini, adalah sedikit harap yang mungkin bisa menjadi butir dimensi harapan yang berimbas pada dimensi lain yang belum tersentu dari negeri ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar